Surabaya– Sekretaris Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Jatim Syaiful Anam menjadi salah satu narasumber dalam diskusi bertajuk Peran Media dalam Menangkal Berita Hoaks dan Radikal.
Kegiatan yang digagas MZK Institute dilakukan melalui zoom meeting diikuti ratusan peserta dari seluruh Indonesia.
Narasumber lain yang dihadirkan adalah Bupati Magetan Suprawoto, wartawan Kompas dan penulis buku “Presiden dan Berita HOAX” Yurnaldi serta Aji Gunawan, Wakil Ketua PWOIN Jawa Tengah. Diskusi berlangsung Senin malam, 24 Mei 2021 selama empat jam.
Pertanyaan peserta cukup beragam saat dibuka sesi tanya jawab yang dipandu moderator Agung Santoso.
Menurut Syaiful Anam, hoaks merupakan informasi, berita bohong yang banyak dijumpai di media sosial dan bahkan ada di media massa produk jurnalistik.
“Ini harus kita perangi karena meresahkan masyarakat,” ujarnya melalui pers rilis, Rabu(26/5/2021)
Caranya kata Syaiful Anam, media produk pers, media mainstream harus terus membangun kepercayaan masyarakat dengan menyajikan berita yang benar sesuai fakta.
“Ikuti kode etik jurnalistik dalam mencari dan menulis berita,” tegasnya.
Jika wartawan selalu ingat dan berpedoman pada kode etik jurnalistik, dipastikan beritanya benar, tidak hoaks.
“Kode etik jurnalistik sering dilupakan, dianggap sepele sehingga muncullah hoaks” sambung Syaiful Anam yang juga wakil bendahara PWI Jatim ini.
Misalnya pada pasal 3 dan 4 kode etik jurnalistik disebutkan wartawan harus menguji informasi, berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini, menerapkan asas praduga tak bersalah, tidak bohong, fitnah, sadis dan cabul.
Selain itu kata Syaiful Anam, perusahaan pers, media pers harus mengikuti ketentuan UU Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Media harus mencantumkan penanggung jawab, pemimpin redaksi dan alamat, serta berbentuk perseroan terbatas,” sebut Syaiful Anam yang juga CEO Jatim Pos itu.
Jika berita dan medianya sudah sesuai dengan UU Pers, maka disebut produk pers dan bisa dijadikan referensi untuk membedakan berita hoaks atau tidak.
“Karena itu kami mengajak siapa pun untuk menjadikan berita dari produk pers sebagai referensi informasi, bukan dari media sosial,” urainya.
Narasumber lainnya, Yurnaldi mengungkapkan banyaknya berita hoaks di medsos menjadikan masyarakat beralih ke media massa produk pers.
“Kepercayaan masyarakat pada media produk pers terus meningkat. Saat ini dari hasil penelitian, 84 persen menggunakan produk pers sebagai referensi berita, sisanya masih menggunakan media sosial,” paparnya.
Sementara itu Suprawoto, Bupati Magetan mengemukakan teknologi membuat semua jadi efisien, namun internet juga bisa seperti pisau bermata dua. Ada manfaat, ada mudarat,” ucap Suprawoto.
Berdasarkan konsep falsafah UU ITE, yang namanya real space, harus sama dengan cyber space. Hukum di dunia nyata harus sama dengan di dunia maya.
“Di era digital apa yang diunggah sifatnya abadi, akan tetap ada jejak digital. Oleh karena itulah konsep UU ITE didesain lebih berat,” ujar Suprawoto.
Lalu kenapa ada radikalisme? Orang menjadi radikal karena banyak orang yang tidak punya harapan (hope).
“Ada sebuah ajaran yang memberi harapan luar biasa. Dulunya di dunia tersingkirkan, kemudian ada ajaran yang luar biasa meskipun dengan cara yang salah. Itulah yang harus diluruskan, dan di sinilah peran media mainstream sangat besar,” pungkasnya.