Samarinda– Jelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran baru, Komisi IV DPRD Kaltim melakukan rapat koordinasi bersama Dinas Pendidikan (Disdik) Kaltim, Rabu (25/5/2022) untuk membahas sejumlah kesiapan.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Yaqub mengatakan, terdapat tiga hal yang diniliai cukup krusial dalam pelaksanaan PPDB.
Pertama, jumlah kelulusan SMP dengan ketersediaan rombel ruang belajar dengan jumlah rombel pelajar kerap tidak seimbang. Hal ini dikarenakan jumlah SMP sederajat di masing-masing kabupaten/kota berbeda-beda ditambah dengan sekolah swasta dengan jumlah SMA yang lebih sedikit.
Secara teori atau persyaratan, berdirinya SMA dan SMK baru diperbolehkan ketika ada radius beberapa SMP dulu. Artinya ini dilihat dari produk jenjang.
“Tidak bisa SMA lahir duluan sebelum ada SMP dan SD,” terang Rusman Yaqub.
Kedua, ada sekolah swasta yang tidak bisa dipastikan keberadaannya, karena apapun alasannya, sekolah swasta itu ikut berpartisipasi mencerdaskan bangsa.
Dunia pendidikan yang dikenal selama ini, sejujurnya jauh lebih dulu swasta yang mendirikan. Mengambil contoh, sekolah Budi Utomo merupakan sekolah swasta.
“Bukan itu saja, sebelum republik ini berdiri, pesantren telah ada. Maka keberadaan sekolah swasta tidak bisa ditepis meski memang perintah UUD 1945, menyebutkan bahwa pendidikan dasar itu adalah tanggungjawab negara,” katanya.
Tetapi ketika bicara implementasi negara, swasta dan pemerintah harus menjadi satu. Hal ini menjadikan keberadaan swasta tidak bisa di nafikan. Karena idealnya memang lulusan SMP itu diakomodir di sekolah negeri.
Krusial kedua dalam PPDB, terkait sistem zonasi. Karena zonasi lahir belakangan setelah sekolah-sekolah itu sudah berdiri, akhirnya, ada daerah atau kecamatan tertentu seperti di Samarinda menjadi seolah menumpuk banyak.
Contohnya, di Kecamatan Samarinda Ulu ada SMA 1, SMA 3, SMA 5, SMP 4, SMP 9, SMP 7,
sehingga ketika bicara sistem zonasi, akhirnya ada kecamatan yang blank spot, tidak ada sekolah.
Maka, jika bicara zonasi ini harus ada kearifan di dalam kontek zonasi itu, apalagi zonasi itu jatahnya cuma 30 persen. Tidak bisa semua mengakomodir zonasi itu, maka lahirlah adanya seleksi nilai.
“Makanya kita cek jangan sampai ada orang yang terdiskriminasi gara-gara kebijakan zonasi itu, itu yang kita hindari. Tapi setiap tahun masalah PPDB ini selalu ada perbaikan,” ujarnya.
Krusial ketiga, terkait zonasi di Balikpapan dan Samarinda. Karena rata-rata anak-anak di kabupaten/kota lain yang punya kemampuan itu disekolahkan ke kota. Maka itu PPDB itu ada 4 jalur yakni jalur zonasi, afirmasi, prestasi, perpindahan orang tua siswa dan anak guru.
“Kalau yang lain aman, bahkan ada di kabupaten/kota lain yang kekurangan murid. Padahal negeri, beda di Samarinda dan Balikpapan,” kata politikus PPP tersebut.
Sehingga Disdik dinilai harus membuat peta zonasi untuk menjadi kunci pemetaan, mana sekolah negeri di antara Balikpapan dan Samarinda yang mempunyai ruang untuk ditambah rombelnya atau mendirikan sekolah baru agar terakomodir.
“Cuma membangun atau mendirikan sekolah ini kan tidak hanya saprasnya yang dihitung, tapi kita juga harus memperhitungkan bagaimana gurunya, sementara saja kita kekurangan guru, itu persoalannya,” tegas Rusman.
“Tetapi yang pasti ini sedang dibahas Pemprov Kaltim dan akan kembali dibahas di DPRD Kaltim pada 20 Juni mendatang,” pungkasnya.