BONTANG : Meski Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bontang Kalimantan Timur (Kaltim) tergolong besar yakni mencapai sekitar Rp3,3 triliun, tapi masalah gizi buruk masih menghantui sejumlah anak di wilayah ini.
Selain itu, beberapa warga belum sepenuhnya mendapat jaminan kesehatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS).
Anggota DPRD Kota Bontang Heri Keswanto menilai persoalan ini perlu dilihat dari sisi tata kelola pemerintah yang belum optimal.
Menurut Heri, upaya penanganan gizi buruk sebenarnya bisa lebih maksimal jika Dinas Kesehatan (Dinkes) melakukan pendekatan secara konsisten dan memberikan pemahaman kepada masyarakat.
“Jangan ada kata capek. Ini bukan pekerjaan yang bisa selesai dalam satu waktu, melainkan harus berkesinambungan,” ucapnya, belum lama ini.
Heri juga menekankan bahwa pelayanan kesehatan adalah tugas mulia yang sudah diambil sumpahnya oleh tenaga kesehatan.
Oleh karena itu, pemerintah harus mendukung sepenuhnya, terutama dari segi anggaran.
“Jangan sampai tenaga kesehatan sudah bekerja maksimal, tapi tidak didukung pemerintah. Anggaran itu penting. Kasihan kalau mereka harus pakai modal sendiri, sementara pemerintah punya dana besar. Kenapa tidak bisa dialokasikan lebih baik?” kritiknya.
Politikus Partai Gerindra itu juga menyoroti ketidakseimbangan alokasi anggaran antara sektor fisik dan pelayanan kesehatan.
Menurutnya, pemerintah terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur fisik, sementara sektor kesehatan kerap terabaikan.
“Harusnya ada keseimbangan. Jangan sampai satu dinas terlihat maju, sementara dinas lain tertinggal. Padahal, pelayanan kesehatan ini sangat urgen,” ujarnya.
Heri juga mengingatkan, anggaran untuk pendidikan dan kesehatan sudah memiliki alokasi khusus dalam APBD.
Namun, menurutnya, alokasi ini masih bisa ditambah, bahkan hingga 15-20 persen jika diperlukan agar bisa mengatasi masalah ini.
Selain masalah gizi buruk, Heri juga menyoroti birokrasi yang masih berbelit dalam pengurusan jaminan kesehatan BPJS.
Saat ini, masyarakat harus melampirkan berbagai dokumen seperti Kartu Keluarga (KK), akta kelahiran, dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
“Kalau sudah ada KTP, kenapa harus menambahkan KK dan akta? KTP kan sudah mencakup semuanya,” imbuhnya.
Ia meminta agar persyaratannya dipermudah cukup dengan menggunakan satu kartu, apalagi untuk pelayanan kesehatan yang sifatnya sangat mendesak.
Heri berharap pemerintah segera meninjau ulang kebijakan terkait pelayanan kesehatan dan tata kelola anggaran, agar masyarakat Bontang bisa mendapatkan layanan kesehatan yang lebih baik dan merata.(*)