Bontang – Para awak media masih menanti kejelasan dari Kopolres Bontang atas permintaan mereka pasca menggelar aksi solidaritas jurnalis, Rabu (14/10/2020) lalu.
Dimana surat yang dilayangkan para kuli tinta Bontang tersebut sampai saat ini belum ada kejelasan dari Kapolres Bontang sebagaimana yang diharapkan.
Koordinator aksi, Romi Ali Darmawan mengungkapkan pihaknya masih menunggu itikad baik dari Polres Bontang menanggapi tuntutan aksi solidaritas jurnalis yang kami lakukan oktober lalu.
Setidaknya bila tuntutan tersebut tak bisa ditandatangani, rekan-rekan media diberi penjelasan seterang-terangnya.
“Kami masih menunggu janji Kapolres Bontang,” urainya.
Sejauh ini dari komunikasi yang dibangun, pihak Polres Bontang telah berkonsultasi dengan Polda Kaltim. Informasinya surat pernyataam tersebut telah diteliti hingga ke markas Polda Kaltim.
Bahkan, kata Romi, kabar terbaru yang didapat, Kapolres Bontang bakal mengundang awak media untuk duduk bersama menyelesaikan perkara tersebut, persisnya usai kunjungan kerja Kapolda Kaltim ke Bontang kelar.
“Kami menunggu undangan Kapolres. Kemarin sudah koordinasi dengan bagian humas. Bila ada itikad baik, kami berharap ini tak berlarut-larut. Demi jalinan kemitraan antar kedua belah pihak,” kata Romi yang disampaikan melalui rilis dikirim ke redaksi, Jumat (6/11/2020)
Sekadar mengingatkan insan pers Bontang berharap agar Kapolres Bontang turut mendukung agar tak ada lagi aksi represif aparat terhadap jurnalis saat unjuk rasa berlangsung.
Kami mengharap pihak keamanan yang bertugas dilapangan bisa menjamin keamanan dan keselamatan jurnalis saat melakukan peliputan di lapangan.
Namun, hingga memasuki bulan November masih belum ada kejelasan. Untuk diketahui buntut ketidakjelasan tersebut awak media Bontang merespon dengan memboikot seluruh pemberitaan citra yang bersumber dari Polres Bontang.
Sementara itu, pengamat hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, atau akrab disapa Castro sesalkan sikap Kapolres Bontang, AKBP Hanifah Martunas Siringoringo.
Menurutnya, sikap pemegang tongkat komando yang tak mengendepankan tuntutan para jurnalis patut dipertanyakan.
“Kalau kita baca 3 tuntutan itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bahkan kalau Kapolres paham hak konstitusional warga negara untuk memperoleh dan menyebarkan informasi, tidak perlu pikir panjang untuk menyetujui 3 tuntutan itu,” kata Castro.
Apalagi dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, lanjut dia, terdapat klausul pidana bagi siapapun yang menghalangi kerja-kerja jurnalis di lapangan.
“Negara harus memastikan itu, dan aparat Kepolisian mestinya berada di garda terdepan untuk mengawalnya,” ujarnya.
Bahkan, Castro menyebut, kalau Kapolres Bontang mengabaikan tuntutan itu, berarti sama saja dengan melegitimasi tindakan represif yang dialami kawan-kawan jurnalis di berbagai belahan daerah Indonesia.
“Tiga tuntutan itu tidak boleh dibaikan dan harus segera direspon. Kalau Kapolres memang punya komitmen melindungi kebebasan pers,” tegasnya.
Adapun 3 tuntutan aksi solidaritas jurnalis Bontang yang dimaksud, sebagai berikut:
1. Meminta Polres Bontang, berkomitmen untuk selalu memberikan perlindungan hukum kepada jurnalis saat menjalankan kerja-kerja jurnalistik, sesuai dengan ketentuan undang-undang.
2. Menyatakan sikap, untuk ikut mengecam seluruh tindakan represif dari oknum, yang melakukan represif kepada jurnalis saat bertugas.
3. Meminta Polres Bontang, untuk patuh pada Ketentuan Nota Kesepahaman antara Polri dan Dewan Pers.