Jakarta– Perayaan HUT JMSI pertama pengurus pusat menghadirkan Ustaz Abdul Somad mengisi tausiah terkait kode etik jurnalistik(KEJ) dalam perspektif Islam,” Senin (8/2/2021).
Kegiatan tersebut dilaksanakan secara virtual dalam rangka memperingati ulang tahunnya yang pertama dan memperingati Hari Pers Nasional (HPN) yang dipusatkan di Jakarta, Selasa, 9 Februari 2021.
Dalam tausiahnya Ustaz Abdul Somad mengatakan ada 10 poin yang berhubungan dengan kode etik jurnalis ditinjau dari perspektif Islam.
“Maka setiap jurnalis memandang manusia itu bukan dari suudzon bukan dari perspektif jelek, negatif, buruk tapi dia (manusia) asalnya adalah bersih,” kata Abdul Somad.
Jurnalis mestinya memandang siapapun dia, apa pun agamanya harus berangkat dari objektifitas bahwa hukum asalnya dia adalah bersih.
“Jadi bagaimana sebagai seorang jurnalis itu melihat objek adalah bersih, suci. Bukan berangkat dari subjektifitas tapi berangkat dari objektifitas bahwa hukum asalnya dia adalah bersih, siapapun dia, apapun agamanya maka dia berawal dari kesucian itu,” sambungnya.
Kedua, Islam itu datang untuk menjaga lima perkara. Yang pertama menjaga akal, menjaga nyawa, menjaga harta, menjaga keturunan, dan menjaga kehormatan orang.
“Menjaga kehormatan orang ini yang terkait dengan kode etik jurnalistik. Kehormatan manusia mesti dijaga tidak boleh dirusak. Hadirnya Islam untuk menjaga 5 poin dan salah satunya adalah menjaga kehormatan orang,”urainya
Ketiga, dalam Islam kalau ada suatu berita harus chek and re-chek. Dimana, dalam poin ketiga ini tidak boleh ada orang yang hanya mendengar berita dari satu arah saja.
“Jadi harus ada konfirmasi, klarifikasi, mesti ada chek and balance, mesti ada chek and re-chek. Karena kalau berita sudah sampai maka sama seperti lembu yang keluar dari lubang tanah,” pesannya
Lembu yang keluar dari lobang tanah, lanjut dia, dia tidak bisa masuk lagi ke dalam, maka begitulah berita kalau sudah menyebar, maka untuk menariknya kembali sulit.
“Kita diajarkan dalam Islam ada klarifikasi, dan istilah ini sudah menjadi menasional yang dikenal dengan istilah tabayyun,” imbuhnya
Keempat, jangan mencaci maki orang yang menyembah selain Allah. Ia menyebut, menyembah selain Allah itu dalam Islam dosa paling besar, syirik. Dan itu tidak terampuni. Tapi mencaci maki yang menyembah selain Allah juga tidak boleh.
“Kenapa? Karena kalau kamu mencaci maki yang tidak menyembah Allah, nanti mereka akan balas mencaci Allah tanpa ilmu dan akan terjadi konflik yang luar biasa,” jelasnya.
Kelima, tidak boleh ada generalisir. Hal itu pun terlihat dalam piagam madinah yang salah satu poinnya disebutkan jika ada orang yahudi yang melakukan kesalahan maka yang disebutkan adalah personnya, tidak menyebut generalisir. Ada orang yahudi melakukan kesalahan, maka jangan dikatakan hey yahudi, kenapa? Karena ungkapan yahudi itu generalisir semua yahudi kena, padahal tidak semua yahudi sama.
Keenam, bahwa tidak dibenarkan ada gibah atau gosip. Ia menilai, sebagian orang tidak bisa membedakan kapan seseorang memberitakan sesuatu dan kapan dia menjadi gibah atau gosip.
“Dan disinilah peran media. Jadi ketika sahabat-sahabat dari JMSI memberitakan suatu kebatilan, sesungguhnya dia tidak sedang melakukan gibah atau gosip tapi dia sedang menunjukan bahwa yang batil itu salah, yang benar itu hak. Yang hak itu hak, yang hoaks itu batil,” kata UAS.
Ketujuh, menghindari pornografi. Di lihat dari Al-Qur’an itu dijelaskan macam-macam hukum, tapi bahasa kata, kalimat, diksi, harus dipilih dengan amat sangat lembut.
Ia menjelaskan, ketika bercerita tentang hubungan kelamin, Al-Qur’an mengatakan kamu menyentuh kulit perempuan. Maka yang dimaksud dengan menyentuh kulit perempuan adalah bahasanya secara tekstual menyentuk kulit, tapi subtansi makna yang dimaksud sesungguhnya adalah hubungan kelamin.
“Artinya, bagaimana kata kalimat itu yang tidak bisa menjelaskan dirinya sendiri, kalau ada 10 pilihan kata pilihlah kata yang paling minim madorotnya dan pilihlah kata yang paling minim dampak negatifnya,” ucapnya.
Kedelapan adalah bagaimana melihat Islam itu berkembang melalui jaringan, orang-orang yang datang kepada Nabi. Lalu kemudian, orang-orang itu pulang ke kampung halaman, dan dia sebagai media, yang menyebarkan ajaran-ajaran Islam.
Kesembilan, orang yang menyampaikan berita yang benar akan mendapatkan pahala dan ketika menyampaikan yang tidak benar, maka sesungghnya ada dua hukuman, hukuman dunia dan hukuman akhirat. Hukuman akhirat dia sebagai pengkhianat karena dia tidak punya amanah, ilmiah,” tegasnya.
Kemudian kesepuluh, setiap orang yang beriman, maka dia akan mendapat balasan segala perbuatannya yang dia terima hari ini.
“Maka jadilah jurnalis yang benar-benar seuai kaidah Islam dan benar adanya bukan fitnah,”tutupnya (editor- achmad)