
KUKAR : Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan Kalimantan Timur (Kaltim) terus memperkuat upaya menjaga kelestarian hutan dan menata aktivitas pertambangan agar sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Sosialisasi dan edukasi terkait hal tersebut kembali digelar. Kali ini, dilangsungkan di Desa Perian, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Selasa, 29 April 2025.
Kegiatan yang dihadiri oleh Camat Muara Muntai Mulyadi itu menjadi bagian dari langkah sistematis pemerintah dalam rangka menekan laju perambahan kawasan hutan. Selain itu, memastikan pengelolaan lahan berjalan sesuai regulasi.
Sosialisasi ini tidak sekadar penyampaian informasi. Namun, juga menjadi ruang dialog antara pemerintah, masyarakat, pelaku usaha, dan aparat pemerintah desa terkait tata kelola lahan.
Secara khusus, dialog itu membahas aktivitas pertambangan yang kerap memicu persoalan hukum dan konflik sosial.
Camat Mulyadi menegaskan pentingnya pemahaman komprehensif terhadap prosedur pembukaan lahan yang tidak bisa dilakukan secara serampangan.
“Pembukaan lahan tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada tahapan administratif dan prosedur teknis yang wajib dipenuhi. Tujuannya jelas, yaitu menjaga kelestarian hutan, mencegah konflik agraria, dan memastikan aktivitas pertambangan berlangsung secara legal dan berkelanjutan,” jelasnya.
Menurut Mulyadi, kehadiran Satgas di tengah masyarakat menjadi momentum penting untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya pengelolaan kawasan hutan yang bertanggung jawab.
Dalam hal ini, ia menekankan bahwa sosialisasi bukan sekadar formalitas. Namun, wujud nyata dari upaya mencegah persoalan hukum dan kerusakan lingkungan di masa depan.
Perwakilan dari Satgas Penertiban Kawasan Hutan memaparkan secara rinci tahapan proses land clearing atau pembukaan lahan yang kerap menjadi awal dari aktivitas pertambangan.
Materi yang disampaikan meliputi prosedur pembersihan vegetasi, penandaan batas lahan hingga pentingnya kelengkapan dokumen perizinan.
Disampaikan pula bahwa seluruh proses pembukaan lahan harus mengantongi izin resmi dari instansi di sektor kehutanan maupun pertambangan.
Ketentuan itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan beserta peraturan turunannya. Di dalamnya mengatur batas-batas legalitas pengelolaan kawasan hutan secara tegas.
Dalam diskusi itu, peserta juga mendapatkan edukasi mengenai sistem zonasi kawasan hutan. Materinya meliputi perbedaan fungsi dan karakteristik antara hutan lindung, hutan produksi, serta area penggunaan lain (APL).
Pengetahuan ini dinilai vital agar masyarakat dan pelaku usaha tidak salah langkah saat hendak memulai kegiatan di lapangan.
“Kita tidak ingin masyarakat menjadi korban ketidaktahuan. Kita juga tidak ingin pelaku usaha tersandung masalah hukum hanya karena keliru memahami peta wilayah,“ ujar Mulyadi.
“Maka, pengetahuan tentang zonasi kawasan adalah syarat mutlak sebelum memulai aktivitas tambang,” ia menambahkan.
Mulyadi juga menyampaikan harapannya agar para aparat desa dan tokoh masyarakat yang hadir dalam sosialisasi dapat menjadi corong informasi yang efektif bagi masyarakat luas.
Secara khusus harapan itu ditujukan kepada pelaku usaha kecil di sektor pertambangan dan pengelolaan lahan.
Untuk itu, kata Mulyadi, penyebaran pengetahuan yang merata menjadi kunci dalam menciptakan tata kelola hutan dan lahan yang tertib dan berkelanjutan.
Ia kembali menekankan pentingnya keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. “Kita butuh tambang untuk menunjang ekonomi, tapi kita juga butuh hutan untuk keberlanjutan hidup. Mari kita jaga keduanya dengan bijak,” pungkasnya. (Adv)