SAMARINDA : Kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan masa libur cuti bersama Lebaran menuai kritik. Masa libur yang berlaku mulai 28 Maret hingga 7 April 2025 dinilai terlalu lama. Akibatnya, mengganggu pelayanan publik.
Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kalimantan Timur Mohammad Sukri menyatakan perlunya kebijakan daerah terkait penerapan masa libur cuti bersama Lebaran. Terutama, di daerah yang menjadi kewenangan gubernur.
“Kebijakan lain mana-mana pelayanan publik yang vital tetap bisa berjalan, ini menjadi kewenangan kepala daerah untuk mengaturnya,” ujarnya di Samarinda, Jumat, 4 April 2025.
Kritikan itu dilontarkan karena durasi libur yang ditetapkan secara nasional terlalu panjang dan mengganggu aktivitas masyarakat. Ia pun mencontohkan beberapa pelayanan publik yang kurang optimal.
“Seperti di Kukar (Kutai Kartanegara), dia buka Disdukcapil ketika Hari Raya Idulfitri, tapi kan tidak semuanya open. Mereka tanggal 8 baru aktif. Walaupun ada yang online, tapi kan masyarakat ada saja yang ingin mengurus ini dan itu,” terangnya.
Sukri juga mencontohkan pelayanan di bidang kesehatan yang ikut terganggu. Meski rumah sakit tetap buka, ia menyebut tidak semua dokter stay (menetap) karena memanfaatkan libur panjang ini untuk mudik. Hanya perawat yang menjaga dan dokter pengganti.
“Walaupun rumah sakit atau pelayanan kesehatan terbuka, tapi tidak mungkin dokter tidak pulang kampung dengan cuti sepanjang ini. Kan yang menjadi masalah masyarakat kalau semestinya dia operasi,” tuturnya.
Selain itu, perbankan juga tutup. Sedangkan kehidupan masyarakat yakni perputaran ekonominya melalui bank tetap harus jalan.
“Mungkin cuti bersamanya bisa diundur, bank tetap buka. Kalau ini kan semuanya. Kasihan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan,” ucapnya.
Begitu pula di pengadilan negeri. Jadwal dari beberapa sidang ikut terganggu karena durasi libur terlalu panjang.
“Kalau menurut saya dari Lebaran ya, 2-3 hari atau 4 hari lah. Tahun-tahun kemarin kan seperti itu, tidak sampai berminggu-minggu,” pungkasnya.