
SAMARINDA: Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Damayanti, menegaskan bahwa program pendidikan dan kesehatan gratis yang digaungkan melalui “GratisPol” tidak akan berjalan optimal jika tidak dibarengi dengan pemenuhan sarana dan prasarana, terutama di wilayah terpencil, terluar, dan tertinggal (3T).
“GratisPol itu tidak sekadar gratis dalam kesehatan maupun pendidikan. Tapi harus diimbangi dengan sarana dan prasarana. Percuma gratis, tapi tidak dibarengi infrastruktur yang memadai,” ujar Damayanti, Senin 2 Mei 2025.
Ia mencontohkan, meskipun layanan kesehatan bersifat gratis, akses menuju fasilitas seperti rumah sakit atau puskesmas yang terbatas akan tetap menjadi kendala bagi masyarakat, terutama di daerah pedalaman.
“Cek kesehatan gratis. Tapi kalau tidak dibarengi sarana prasarana, bagaimana mau dapat tiket gratisnya? Seperti itu,” ujarnya.
Damayanti mendorong agar pemerintah segera melakukan pemetaan menyeluruh terhadap kondisi infrastruktur pendidikan dan kesehatan di seluruh wilayah Kaltim, termasuk daerah-daerah 3T yang kerap terabaikan.
“Kami di Komisi IV, saya pribadi, mendorong adanya pemetaan infrastruktur, baik pendidikan maupun kesehatan. Jangan sampai daerah 3T terabaikan hanya karena posisinya yang jauh,” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya keadilan sosial dalam kebijakan pemerintah, yakni memastikan kehadiran negara tidak hanya dirasakan oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga oleh warga di daerah-daerah terpencil.
“Lagi-lagi ini soal keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah harus hadir juga untuk masyarakat di daerah 3T, bukan hanya di kota,” tegasnya.
Lebih lanjut, Damayanti meminta agar pemerintah memberikan perlakuan khusus terhadap tenaga pendidik dan tenaga kesehatan yang bertugas di wilayah 3T, salah satunya melalui insentif yang berbeda dari mereka yang bertugas di wilayah perkotaan.
“Pemerintah harus peka. Harus ada pembeda insentif. Kalau disamakan dengan yang di kota, pasti orang berbondong-bondong ke perkotaan. Hargai tenaga dan pengorbanan mereka yang bertugas jauh dari keluarga,” ujarnya.
Menurutnya, pemberian insentif yang layak bukan hanya bentuk apresiasi, tetapi juga strategi untuk menjaga keberlangsungan pelayanan publik di daerah pelosok yang minim tenaga profesional.
“Dengan begitu, kita bukan hanya bicara soal layanan gratis, tapi juga keadilan dan pemerataan pembangunan yang sesungguhnya,” pungkas Politisi Golkar itu.