SAMARINDA: Pengurus Dewan Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Rediyono, menegaskan bahwa transformasi pendidikan yang berkualitas tidak cukup hanya menjadi jargon atau harapan, tetapi harus merujuk pada standar nasional pendidikan yang terukur dan objektif.
Hal itu ia sampaikan saat diwawancarai di sela kegiatan Seminar Pendidikan bertema “Transformasi Pendidikan yang Berkualitas di Kalimantan Timur”, yang digelar pada 3–5 Juli 2025 di Gedung Guru, Jalan Harva No. 1, Prevab, Samarinda.
“Ada dua hal penting dalam tema ini. Pertama, transformasi pendidikan berarti ada pergeseran ke arah kebutuhan atau tuntutan zaman. Kedua, bicara kualitas berarti bicara standar yang terukur, bukan hanya sesuatu yang diinginkan,” ujar Rediyono.
Menurut Rediyono, pengukuran kualitas pendidikan harus disesuaikan dengan jenjang dan fungsi masing-masing satuan pendidikan.
Di tingkat SMA, misalnya, indikator kualitas bisa dilihat dari jumlah lulusan yang diterima di perguruan tinggi unggulan.
Sementara di SMK, ukurannya adalah berapa persen lulusan yang langsung terserap ke dunia kerja.
“Kalau SMA, kualitas kelulusannya dilihat dari masuk ke perguruan tinggi favorit. Kalau SMK, berapa persen siswanya yang langsung bekerja. Itu indikator lembaga yang sehat dan berkualitas,” jelasnya.
Rediyono menekankan bahwa standar nasional pendidikan, mulai dari kompetensi lulusan, isi kurikulum, tenaga pendidik, sarana prasarana, hingga pembiayaan, adalah kerangka kerja yang tidak bisa ditinggalkan dalam proses transformasi pendidikan.
“Semua itu harus dipenuhi. Kalau belum memenuhi, tidak bisa langsung dikatakan berkualitas. Itu mimpi namanya,” tegasnya.
Dalam diskusi yang berkembang di seminar, Rediyono juga menyoroti kerancuan pemahaman masyarakat terkait dana bantuan pendidikan seperti BOSDA (Bantuan Operasional Sekolah Daerah).
“BOSDA itu bantuan, bukan biaya penuh. Apalagi di sekolah swasta, mereka tetap butuh peran masyarakat karena bantuan pemerintah hanya menutup sebagian,” ujarnya.
Ia mengatakan, masih banyak masyarakat yang mengira sekolah yang menerima BOSDA seharusnya gratis sepenuhnya.
Padahal, menurutnya, dukungan operasional tetap memerlukan partisipasi bersama, terutama untuk sekolah swasta.
Seminar pendidikan ini digelar sebagai bagian dari agenda Dewan Pendidikan Kaltim dalam merumuskan kebijakan dan strategi transformasi pendidikan yang lebih adil, merata, dan berbasis kualitas.
Fokus seminar kali ini juga menyasar peran kepala sekolah, guru BK, dan komite sekolah dalam membangun ekosistem pendidikan yang progresif di Kalimantan Timur.