JAKARTA: Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang peran perwakafan dalam pembangunan nasional, masih butuh sosialisasi dan edukasi. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih paham, akan manfaat nilai ekonomi wakaf.
Demikian Dr. Rifki Ismal Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Bank Indonesia.
Itu disampaikan di seminar Outlook Perwakafan Nasional tema “Perwakafan Sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan: Tantangan dan Peluang di Era 2024-2029” digelar TAHA Institute, Jumat (1/3/2024) di Hotel Royal Kuningan Jakarta.
Rifki Ismal menyebut, upaya percepatan menjadikan Indonesia sebagai Pusat Industri Halal Dunia, salah satunya penguatan sistem keuangan syariah yang didalamnya terdapat wakaf.
Rifki mengaku, wakaf belum menjadi trend ekonomi di Indonesia. Maka sudah sewajarnya, kata Rifki, wakaf dikembangkan melalui strategi pengembangan model bisnis moderen.
Juga penguatan kompetensi, dan literasi serta pengembangan digitalisasi.
“Gunanya untuk meningkatkan mobilisasi dana, serta efisiensi dan efektifitas penyaluran manfaatnya,” tutur Rifki, yang tampil sebagai keynote speaker.
Sementara Ahmad Soleh dari Subdit Pengamanan Aset Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementrian Agama, menyebutkan, kedepannya upaya penguatan kelembagaan terus dilakukan.
Di antaranya, penguatan sistim dan pelaporan, digitalisasi proses wakaf.
“Ini mulai proses ikrar wakaf, pelaporan, hingga database aset wakaf, perluasan sertifikasi nadzir serta penerapan akreditasi nadzir,” jelas Ahmad Soleh.
Hingga ke depannya diharapkan, nadzir akan lebih kompeten, professional dan terpercaya.
Tidak kalah pentingnya adalah upaya percepatan sertifikasi tanah wakaf yang saat ini baru mencapai 47 persen di tahun 2024.
Sedangkan Kemenag mentargetkan 30,000 sertifikasi tanah wakaf dapat dirampungkan.
Tidak kalah penting adalah harmonisasi peraturan, mulai dari amandemen UU Wakaf serta pengaturan kelembagaan terkait pola hubungan kerja antara Kementerian Agama, BWI dan BWI Propinsi.(*)