Samarinda– Pandemi Covid-19 tidak hanya menimbulkan dampak bagi ekonomi dan kesehatan, namun juga kepada beberapa tempat wisata lokal di Kota Samarinda. Salah satunya Rumah Ulin Arya.
Diketahui Rumah Ulin Arya (RUA) yang terletak di Jalan Teluk Ambulung, Bayur, Samarinda Utara, Samarinda merupakan tempat wisata alam pemandangan dan satwa yang memiliki nilai jual.
“Beberapa tempat wisata memang terdampak, namun tidak signifikan seperti RUA,” ungkap Direktur Utama (Dirut) Rumah Ulin Arya Sheila Achmad, Minggu (15/8/2021) saat ditemui awak media.
Menurutnya, RUA yang ikut terseret dampak pandemi Covid-19 secara signifikan itu disebabkan tempat tersebut bukan hanya fokus mengeluarkan biaya operasional, karyawan tetapi juga untuk satwa.
“Jadi, pemasukan tidak ada namun satwa tetap harus makan dan nutrisi lainnya lumayan mahal, jadi kita sangat terdampak,” terangnya.
Sheila Achmad menuturkan hampir semua tempat wisata merumahkan karyawannya. Bahkan ada sebagian yang masuk dalam daftar PHK (pemutusan hubungan kerja).
Dikatakan, jika pihaknya sudah merumahkan karyawannya sejak tahap dua Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
“Ini PPKM sampai tanggal 23 Agustus 2021, tapi belum tentu selanjutnya tidak berlanjut dan kalau 23 ini kembali diperpanjang maka plan (rencana) PHK kepada sebagian karyawan tentu akan dilakukan,” beber Sheila.
Terkait hal tersebut, besok pihaknya akan melakukan audiensi dengan Wakil Wali Kota Samarinda H Rusmadi guna mengambil jalan tengahnya untuk kebaikan bersama.
“Ini bagaimana, mal bisa buka dengan pengawasan, hotel dan resto juga kenapa tempat wisata tidak bisa. Padahal sudah punya clean, health, safety and environment (CHSE),” tegasnya.
Maksudnya, kalau alasan mereka (para pembuat aturan) bukan essential (penting) bukan primer menjual bahan pokok, namun perlu dimengerti bahwa di tempat wisata itu terdapat karyawan yang bekerja dan tentu mereka memiliki kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya.
“Ada 42 karyawan di luar harian. Kalau jumlah keseluruhan dengan harian sekitar 60 orang. Yang dirumahkan itu sekitar 90 persen, yang bertahan 10 persen itu juga ganti-gantian dan upah mereka pastinya ada pemotongan,” papar Sheila.
Memang tempat wisata bukan sektor essential tapi karyawan di RUA itu, sambung sang direktur, membutuhkan sumber penghasilan untuk menghidupi keluarga, kecuali jika pemerintah terus memberikan bantuan.
“Sehingga opsinya pemerintah ngasih bantuan atau kita buka dengan pengawasan dan peraturan yang ketat,” harapnya.
Lebih jauh berbicara tentng kerugian, Sheila akui itu sudah jelas pihaknya rasakan. Mengingat perlu dana yang tidak sedikit untuk membayar BPJS. Apalagi semuanya tidak ada diskon.
“Sebab itu besok kita ingin bertanya ke wakil wali kota, dalam keadaan seperti ini, apakah ada pemotongan biaya operasional,” jelas Sheila Achmad.