SAMARINDA: Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Muhammad Faisal, menegaskan bahwa Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim Nomor 49 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Media Komunikasi Publik bukanlah alat untuk membatasi ruang gerak media, melainkan menjadi pedoman dalam menjamin profesionalisme dan kualitas kerja sama media dengan pemerintah.
Hal itu disampaikannya saat membuka sosialisasi Pergub yang digelar di Lounge Hotel Five Premiere, Samarinda, pada Selasa, 17 Juni 2025.
“Pergub ini bukan untuk membatasi media, melainkan memastikan media yang bekerja sama dengan pemerintah memenuhi standar legal dan profesional,” ujar Faisal.
Menurut Faisal, era digital telah memunculkan lonjakan jumlah media siber, termasuk di Kalimantan Timur.
Saat ini, tercatat lebih dari 500 media online yang sudah terdaftar, sementara yang belum terdata diperkirakan mencapai 700.
“Semua datang menawarkan kerja sama. Itu hak mereka. Tapi kami yang bingung, bagaimana menyaringnya?” jelasnya.
Regulasi ini, lanjutnya, dirancang sejak 2021 sebagai jawaban terhadap tantangan informasi publik di era digital, serta sebagai solusi adil dan terukur dalam membangun kerja sama antara pemerintah dan media.
Pergub ini memiliki empat misi utama yang menyasar perlindungan terhadap seluruh ekosistem informasi publik, yakni:
1. Melindungi masyarakat agar hanya menerima informasi dari media yang kredibel.
2. Melindungi perusahaan pers profesional yang bekerja secara etis dan bertanggung jawab.
3. Melindungi wartawan, termasuk memastikan mereka mendapatkan hak dan jaminan sosial dari perusahaan tempatnya bekerja.
4. Melindungi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar tidak terjebak kerja sama dengan media ilegal.
“Pergub ini adalah langkah strategis untuk membangun ekosistem informasi publik yang sehat, adil, dan berkualitas di Kalimantan Timur,” tegas Faisal.
Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kaltim, Irwansyah, mendukung penuh keberadaan regulasi ini.
Ia menyebutkan, Pergub bukan hanya instrumen administratif, tetapi juga menjadi tameng hukum yang menyelamatkan institusi pemerintahan dari potensi pelanggaran serius.
“Ada OPD yang pernah menjalin kontrak dengan lembaga penyiaran ilegal tanpa IPP aktif dan tidak membayar pajak. Ini bisa berujung perdata bahkan pidana,” jelasnya.
Kasus semacam ini, katanya, telah terjadi di sejumlah daerah, termasuk Kutai Timur, Bontang, dan Balikpapan.
“Ada beberapa kasus media penyiaran ilegal dilaporkan ke Polda dan sering kami hadir untuk mediasi. Jadi memang harus hati-hati,” pungkasnya.
Acara sosialisasi ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari OPD, lembaga penyiaran, hingga asosiasi media.
Pemerintah berharap dengan regulasi ini, kerja sama antara media dan pemerintah daerah menjadi lebih terstruktur, adil, dan profesional. (Adv/diskominfokaltim)
Editor: Emmi