YOGYAKARTA: Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan (Kemenhub) turut memperhatikan setiap aspek pada penyelenggaraan pelayaran, khususnya pelanggaran atau kejahatan yang terjadi pada transportasi laut.
Hal ini bertujuan selain demi menjamin kepastian hukum, juga untuk memastikan keadilan berjalan sebagaimana mestinya bagi semua warga negara.
“Keterbukaan, keadilan, dan efisiensi dalam proses hukum haruslah menjadi pijakan utama dalam setiap langkah yang ditempuh,” kata Jon Kenedi.
Demikian Jon Kenedi, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Direktorat Jenderal Perhubungan Kemenhub.
Itu disampaikan Jon Kenedi pada kegiatan Penyusunan Rancangan Pedoman dan Petunjuk Penerimaan Laporan dan Pelimpahan Perkara dari Kementerian/Lembaga/Aparat Penegak Hukum Lainnya, Kamis (4/7/2024).
Indonesia sebagai sebuah negara hukum, menurut Jon Kenedi, keberadaan pedoman dan petunjuk yang baik dalam penerimaan laporan serta serah terima perkara sangatlah vital.
Jon Kenedi menyatakan, angkutan laut sebagai salah satu moda transportasi harus dijamin agar tertata dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional yang terpadu, mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi laut yang patuh, aman, selamat, tertib, dan nyaman.
Dengan demikian penyelenggaraan pelayaran sebagai sebuah sistem dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan negara.
Beberapa jenis pelanggaran atau kejahatan yang terjadi di laut seperti perompakan, pembajakan laut, penyelundupan manusia, penangkapan ikan ilegal.
Juga penyelundupan narkoba, pelanggaran lingkungan, maupun pelanggaran terhadap peraturan pelayaran.
Semua itu telah diatur melalui peraturan perundang-undangan tertentu. Dimana pelaksanaannya dilakukan serta diawasi oleh Aparat Penegak Hukum dari berbagai Kementerian/Lembaga yang diberikan kewenangan berdasarkan Undang-Undang.
“Karena itu, penegakan peraturan di laut wajib dilaksanakan secara terpadu dan sinergi, serta terkoordinasi dengan baik,” ujarnya.
Sehingga menurutnya, tidak terjadi tumpang tindih kewenangan penegakan hukum di laut yang dapat mengurangi citrai Indonesia dalam pergaulan antarbangsa.
Adapun Rancangan Pedoman Petunjuk Penerimaan Laporan dan Pelimpahan Perkara dilakukan dari Kementerian/Lembaga/Aparat Penegak Hukum Lainnya.
Hal ini bertujuan, untuk menjadi pedoman dan petunjuk bagi Aparat Penegak Hukum dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Terutama dalam menerima informasi/laporan mengenai dugaan telah terjadi tindak pidana pelayaran guna proses hukum lebih lanjut.
Selanjutnya menjadi pedoman dan petunjuk dalam melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum.
Hingga secara resmi menolak penanganan/penerimaan perkara pelanggaran dan/atau tindak pidana di bidang pelayaran kementerian/lembaga/aparat penegak jukum lain. Khususnya, sejak dilakukan penangkapan kapal yang waktunya telah lama.
“Dalam penyusunan pedoman ini, mari kita jadikan komitmen untuk menghasilkan produk, yang tidak hanya komprehensif, tetapi juga sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan,” tuturnya.
Selanjutnya, dalam menyusun pedoman tersebut perlu memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil dalam menangani laporan dan perkara, memiliki dasar hukum yang kuat, serta mampu memberikan perlindungan kepada setiap individu yang terlibat.
Baik sebagai pelapor, terlapor, atau sebagai pihak yang terlibat secara langsung dalam proses hukum.
Acara yang dihadiri oleh 12 UPT tersebut menjadi sarana bagi para PPNS di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk saling berdiskusi dalam menyusun rancangan pedoman dan petunjuk penerimaan laporan dan pelimpahan perkara dari kementerian/lembaga/aparat penegak hukum.
“Saya mengajak kepada seluruh peserta agar berkenan untuk memberikan sumbangsih saran maupun masukan sehingga tujuan dari terselenggaranya kegiatan ini dapat menghasilkan sebuah produk sesuai dengan maksud yang kita harapkan,” ungkap Jon Kenedi.(*)