Bontang-Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bontang, Agus Haris mendukung pemerintah pusat menetapan target penurunan perkawinan anak dibawa umur secara nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Tingginya perkawinan anak dibawa umur patut menjadi perhatian pemerintah, baik pusat maupun daerah, ungkap Agus Haris saat di hubungi awak media, melalui saluran telepon, Senin(5/4/2021).
“Kita mendukung upaya pemerintah pusat dalam menekan populasi perkawinan dibawa umur namun harus ada payung hukum yang kuat karena tentu pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota pasti mengikuti,” ujarnya.
Perkawinan di usia muda akan menimbulkan banyak faktor negatif, apa lagi belum mapan baik dari segi ekonomi, sosial, serta pola pikir yang kemudian berujung pada perceraian.
“Hal ini mungkin jadi pertimbangan pemerintah pusat,” ujarnya.
Faktor penunjang adanya pernikahan dini, ada pada prinsip orang tua yakni untuk meringankan beban ekonomi atau takut terlanjur hamil, yang kemudian keputusan tersebut mengorbankan masa depan anak.
“Seharusnya keluarga menjadi benteng utama, namun jika itu sulit akan lebih mudah, karena itu orang tua harus lebih proaktif dalam memberikan pengawasan dan pengendalian pada anak anaknya,” ujar politisi Gerindra.
Peran pemerintah sudah sangat baik dalam memberikan pendidikan baik lembaga formal maupun sekolah. Namun kondisi saat ini dengan teknologi semakin canggih sehingga masalah memang sulit di hindari.
“Anak anak kecil di jenjang sekolah dasar saja sudah punya smartphone, dan dari media ini sudah mampu memunculkan banyak gambar. Sehingga membuat pertumbuhan anak anak sekarang tidak berimbang antara umur dan pola pikirnya,” ujarnya.
Ia menambahkan, kita harus mampu menekan perkawinan dibawah umur, dengan cara penguatan dari segi agama dan memberi pembinaan dari dalam keluarga yang paling utama.
“Jika dalam rumah sudah mampu dikendalikan. Insyaallah di luar rumah pasti mampu juga mengendalikan,” ungkapnya.
Diketahui tingginya pernikahan dibawah umur menjadikan Indonesia sebagai negara kedua dengan angka perkawinan anak tertinggi di Asia Tenggara setelah Kamboja. Sepanjang tahun 2019 hingga 2020 memang telah terjadi penurunan sebanyak 0,6%, tapi masih jauh dari target penurunan hingga 8,74% pada 2024.