Samarinda – Kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus ternyata masih menjamur. Ratusan mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) menggelar unjuk rasa mengutuk dosen yang diduga sebagai pelaku pelecehan seksual untuk dipecat dan ditindak secara hukum.
Aksi unjuk rasa tersebut berlangsung di Gedung Rektorat Unmul, Kamis (28/4/2022), diikuti 4 angkatan aktif mahasiswa Fahutan, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Lembaga Eksekutif Mahsiswa (LEM) Sylva Fahutan Unmul, serta BMKM Hima Penjas dan Fisipol. Aksi tersebut mendesak Rektor Unmul Masjaya untuk segera menindaklanjuti kasus tersebut.
Ketua LEM Sylva Fahutan Noval Banu mengatakan pihaknya geram lantaran laporan yang telah disampaikan jajaran Fahutan kepada Rektorat beberapa waktu lalu tidak juga diproses.
Dibeberkan Noval Banu, sebelumnya pihaknya menerima laporan terkait tindakan amoral itu, dan atas laporan tersebut pula, LEM Sylva mendesak Dekan Fahutan berserta jajarannya ke Rektor Unmul. Namun demikian LEM Sylva tidak melihat adanya tindak lanjut.
“Kasus ini terhambat di Rektorat Unmul seperti ada miss komunikasi antara Rektorat dengan Fakultas,” sebut Noval Banu kepada awak media.
Tidak lama kemudian, Dekan Fahutan Unmul Rudianto Amirta Kuspradini menghampiri massa unjuk rasa, meminta kesabaran dan kembali ke Fakultas.
Rudianto meminta agar massa unjuk rasa memberi waktu kepada pihak Rektorat mengonfirmasi dosen terduga pelaku kekerasan seksual tersebut.
“Mari kita bersihkan dengan cara yang tepat dan terukur. Yang penting tujuan kita tercapai kan,” katanya.
Diketahui, dari rilis yang diterima, ada sebabnyak 3 mahasiswi mendapat kekerasan seksual yang dilakukan seorang dosen Fahutan.
Dimulai dari tahun lalu, pada Sabtu 12 Juni 2021, terduga pelaku yang merupakan dosen pembimbing tugas akhir atau skripsi meminta memijat tubuhnya, bahkan ia mengelus-elus pipi mahasiswi tersebut.
Kemudian, tahun ini, kembali terjadi lagi permintaan untuk memijat pada Selasa 22 Februari 2022. Tak habis pikir, pria itu meminta dipasangkan koas kakinya seraya meletakkan kaki di atas paha mahasiswa itu.
Tak hanya itu, menurut rilis tersebut pada Jumat 11 Maret 2021, terduga pelaku juga melakukan pemerasan dengan meminta mahasiswi tersebut mengisikan pulsa sebesar Rp 50.000. Terjadi lagi, pada Rabu, 23 Maret 2022, minta dibelikan kopi dan tisu seharga Rp 98.000. Sampai hari ini, terduga pelaku belum mengganti uang tersebut.
Kasus pemerasan ini juga dirasakan oleh penyintas. Penyintas diminta oknum untuk membelikan pulsa kurang lebih sebesar Rp. 50.000 pada tanggal 11 Maret 2022. Di lain kesempatan oknum meminta untuk dibelikan kopi seharga Rp 98.000 juga tisu pad 23 Maret 2022, hingga saat ini belum ada niatan oknum untuk mengembalikan uang korban
Merasa tidak nyaman, para korban kekerasan seksual memberanikan diri untuk melapor kepada LEM Sylva. Kemudian kedua pihak ini meneruskan laporan ke pihak Dekanat Fahutan.
Laporan tersebut diterima baik dengan Wakil Dekan I Fahutan, Herlinda menyatakan siap menerima laporan dari penyintas.
“Tiga penyintas berani memberikan data, sisanya kita masih menunggu. Saya secara pribadi dan ibu-ibu di Fahutan siap menerima laporan lainnya,” tandasnya.
Kendati laporan tidak ditindaklanjuti secara cepat LEM Sylva bersama BEM Fisip menggeruduk Gedung Rektorat, bersama 4 angkatan mahasiswa Fahutan mendesakkan 5 tuntutan seperti meminta pemecatan dan tindak secara hukum terhadap pelaku (pelecehan seksual), memberikan ruang dan fasilitas yang aman terhadap korban, percepat pengesahan Satgas PPKS Unmul yang selama ini hanya sebatas wacana, percepat implementasi Permendikbud 30 Tahun 2021, dan hapus korupsi kolusi dan nepotisme di Unmul.