
BALIKPAPAN: Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Akmal Malik meminta kabupaten dan kota mengevaluasi perusahaan sawit pemegang izin usaha perkebunan (IUP) yang belum melakukan penanaman sesuai tenggat yang ditentukan.
Ia menjelaskan, dalam RTRW Kaltim telah mengalokasikan seluas 3,4 juta hektare untuk perkebunan dan sebanyak 2,1 juta hektare lahan sudah terdistribusi kepada pemegang IUP sebanyak 340 IUP di kabupaten/kota.
“Yang sudah ditanam baru seluas 1,3 juta hektare. Jadi ada gap lahan 1,1 juta hektare yang belum dimanfaatkan pemegang IUP,” kata Akmal pada Rakor Perkebunan se-Kaltim di Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Senin (15/7/2024).
Akmal ingin pemprov melakukan langkah-langkah penilaian secara obyektif karena masih banyak perusahaan yang belum melakukan penanaman sesuai aturan meski mereka telah mengantongi izin.
“Mungkin karena kemampuan produksi atau masuk areal konservasi atau hal lain. Ini yang perlu dievaluasi. Kalau tidak bisa ya dicabut,” tegasnya.
Diakuinya, produksi perkebunan terutama sawit di Kaltim cukup besar yakni TBS mencapai 20,7 juta dan CPO 4,5 juta pertahun. Selain itu, sektor sawit juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 168 ribu jiwa.
“Prospek sawit sangat bagus, tetapi masih bisa kita optimalkan sebenarnya,” tuturnya.
Ia menyebut, persoalan di sektor perkebunan yang sering terjadi ialah bagaimana masing-masing pihak melaksanakan kewenangannva dengan baik dan yang terjadi selama ini perijinan menjadi kewenangan kabupaten/ kota. Provinsi hanya melakukan penilaian apakah usaha perkebunan itu sudah dilakukan dengan baik atau belum.
“Saya juga minta petugas penilai usaha perkebunan memanfaatkan teknologi, misal penggunaan drone maupun citra satelit,” pintanya.
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim EA Rafiddin Rizal mengungkapkan, setidaknya enam bulan dari sejak IUP dikeluarkan perusahaan harus mulai menanam minimal 60 persen berdasarkan aturan yang berlaku.
“Tahun ketiga mestinya sudah harus selesai,” sebutnya.
Ia menegaskan, kabupaten/kota harus melakukan evaluasi jika perusahaan pemegang IUP belum melakukan penanaman sesuai aturan. Misal, perusahaan A mendapat izin 1.000 hektare namun hanya menanam 700 hektare. Hal ini perlu ditanyakan dan dievaluasi.
“Jika perusahaannya tidak sanggup, sisanya 300 hektare, harus dikembalikan,” pungkasnya.(*)