BONTANG: Perseteruan panjang terkait tapal batas Kampung Sidrap yang melibatkan Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) memasuki babak baru.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang resmi mencabut berkas uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 47 Tahun 1999 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), sesuai dengan perintah dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akhir Juli lalu.
Ketua DPRD Bontang Andi Faizal Sofyan Hasdam sangat menyayangkan keputusan tersebut dan menduga hal itu merupakan keputusan sepihak wali kota.
Meskipun menyatakan bahwa pencabutan gugatan tersebut adalah langkah dari pihak eksekutif, ia menegaskan DPRD Bontang belum mengambil sikap kelembagaan terkait hal ini.
“Kita masih menunggu keputusan paripurna untuk menentukan sikap politik DPR secara kelembagaan,” ucap Andi Faizal usai Rapat Paripurna ke-18 DPRD Bontang, Senin (12/8/2024).
Menurutnya, apa yang dilakukan Pemkot dengan mencabut gugatan ini merupakan haknya. Namun, keputusan DPRD harus melalui proses yang sesuai dengan mekanisme di lembaga.
Ia juga menyebutkan, meskipun gugatan sudah dicabut, tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat untuk tetap memperjuangkan hak mereka melalui jalur hukum.
“Jika memang ada kesepakatan kelembagaan, DPRD bisa memfasilitasi masyarakat untuk menggugat kembali. Tapi, semua ini harus melalui paripurna untuk menentukan sikap politik kita,” tegas Politisi Golkar itu.
Sengketa tapal batas ini sudah berlangsung sejak tahun 2001, ketika Kota Bontang baru saja terbentuk.
Sebelumnya, wilayah Kampung Sidrap masih menjadi bagian dari Kabupaten Kutai. Setelah pembentukan Kota Bontang pada tahun 2001, mulai muncul permasalahan sosial yang berakar dari batas wilayah yang belum jelas.
Pada tahun 2017, terjadi kesepakatan antara Bupati Kutai Timur saat itu Ismunandar, dan Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni, yang disaksikan Gubernur Kalti periode 2018-2023 Isran Noor untuk menyerahkan wilayah Kampung Sidrap kepada Bontang.
Namun, dengan pergantian kepemimpinan, kesepakatan tersebut tidak lagi diakui oleh DPRD dan Wali Kota Bontang yang baru, sehingga membawa sengketa ini ke MK.
Sebagai Informasi, Kemendagri dalam suratnya menyampaikan lima poin utama yang menjadi dasar pencabutan gugatan Pemkot Bontang:
Pertama, semua penyelenggara negara harus mematuhi dan melaksanakan UU secara konsisten.
Kedua, permasalahan antar daerah seharusnya diselesaikan melalui jalur administrasi kedinasan.
Ketiga, menggugat di MK dinilai kurang bijaksana dalam konteks ketatanegaraan.
Keempat, mengingatkan pentingnya penyelesaian hukum antar daerah difasilitasi oleh Kemendagri, bukan melalui peradilan.
Keenam, menginstruksikan pencabutan permohonan pengujian materi UU di MK dalam waktu 7 hari sejak surat diterima.
Walaupun gugatan telah dicabut, Ketua DPRD Bontang Andi Faizal, bersama Wakil Ketua 1 DPRD Junaidi dan Wakil Ketua 2 Agus Haris, berencana untuk melanjutkan upaya perjuangan ini dengan menggandeng pengacara kondang Hamdan Zoelva.
Mereka akan memastikan bahwa segala langkah yang diambil tetap sesuai dengan kepentingan masyarakat Bontang, terutama warga yang terdampak langsung oleh sengketa tapal batas ini.(*)