JAKARTA: Penyelenggaraan ibadah haji 1445 H/2024 M berjalan lancar. Kesuksesan pelaksanaan haji ini, banyak mendapat pengakuan dari jemaah haji dan juga masyarakat umum.
“Anehnya, dalam kesuksesan penyelenggaraan itu, DPR justru membentuk pansus angket haji,” kata
Ketua Umum DPP Nasional Corruption Watch (NCW) Hanifa Sutrisna, dalam siaran pers yang diterima narasi.co, Sabtu (3/8/2024).
Hanifa yang pada pelaksanaan haji 2024l ikut memantau perkembangannya mengatakan, tingkat kesuksesan banyak indikatornya.
Mulai dari tingkat keterserapan kuota yang tertinggi dalam sejarah haji, hanya menyisakan 45 kuota haji reguler hingga kepadatan Muzdalifah tidak terulang.
Juga ekosistem ekonomi haji yang berkembang signifikan, seiring makin banyaknya ekspor bahan makanan dari Indonesia ke Saudi untuk jemaah haji.
Dikatakan, secara penyelenggaraan, Kementerian Agama juga makin terbuka melalui proses transformasi digital.
Baik saat rekrutmen petugas hingga penyediaan aplikasi kawal haji sebagai saluran pengaduan jemaah dan masyarakat.
Karenanya ia merasa ada yang janggal dalam pembentukan pansus ini.
Anehnya lagi, DPP NCW justeru menerima banyak pengaduan masyarakat (dumas) pasca terbentuknya Pansus Hak Angket Haji yang diinisiasi oleh politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau lebih dikenal Cak Imin.
Beberapa pengaduan masyarakat yang masuk ke DPP NCW malah membeberkan perilaku ketua Tim Pengawas Haji yang memanfaatkan fasilitas untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Bahkan, ada aduan yang secara gamblang menyampaikan bahwa, ada oknum Tim Ahli (TA) anggota dewan yang minta kuota haji hingga 1.000 bahkan lebih.
“Ini kan jadi aneh kalau Pansus Hak Angket Pengawasan Haji dibentuk,” ujarnya.
Ditambahkan, masyarakat malah menyoroti ketidakwajaran kelakuan oknum anggota dewan, yang menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki.
Ini bisa dikategorikan korupsi, kolusi dan nepotisme jika ada keterlibatan keluarga oknum dewan tersebut.
Bicara tentang Pansus Hak Angket, menurut Hanifa, dalam seminggu terakhir, DPP NCW menerima banyak informasi terkait ketidakwajaran perjalanan Tim Pengawas (Timwas) Penyelenggaraan Haji 2024.
Dimana sebelumnya banyak mengkritik penyelenggaraan haji. Mulai dari pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus hingga pelayanan terhadap jemaah haji.
Dengan banyaknya pengaduan yang masuk ke DPP NCW, tim kajian internal NCW menemukan banyak kejanggalan.
Misalnya, dari 84 orang nama anggota Timwas Haji DPR-RI yang tidak sepenuhnya merupakan anggota dewan. Namun menggunakan visa petugas haji, dan menikmati fasilitas yang ‘khusus’ dari penyelenggara haji di Arab Saudi.
“Tidak semua dari 84 orang Timwas yang menggunakan visa petugas haji merupakan anggota DPR RI,” tuturnya.
Hanif menjelaskan, bahkan ada 32 pihak ektsternal seperti content creator, media, dokter, penulis yang khusus menulis kritik tanpa data, bahkan keluarga oknum anggota DPR RI.
Dari 84 daftar anggota Timwas DPR-RI tersebut, muncul nama-nama yang bukan anggota Timwas Haji DPR-RI.
Padahal dalam UU No 8/2019, Pasal 27 ayat (3) dan ayat (5), kuota pengawas hanya untuk DPR RI, DPD RI dan BPK RI, di mana pembiayaannya dibebankan pada APBN.
“Semestinya para anggota dewan yang terhormat ini, lebih berempati kepada kawan-kawan petugas haji yang telah bekerja keras membantu terselenggara haji tahun 2024 ini berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Berdasarkan penelusuran tim lapangan DPP NCW, didapatkan bukti-bukti lain bahwa praktik Timwas Haji seperti ini juga telah terjadi pada penyelenggaraan haji-haji sebelumnya.
Bahkan, semakin dalam penelusuran dan penyelidikan yang tim NCW lakukan, makin banyak ‘dugaan korupsi’ minta jatah kuota.(*)