BONTANG : Menjelang Pilkada 2024, fenomena penyebaran informasi palsu atau hoaks semakin meningkat, terutama di ranah politik.
Dalam pelatihan “Cek Fakta & Anti Hoaks” yang diselenggarakan PT Pupuk Kaltim dan Forum Jurnalis Bontang, Siti Suhada dari Anggota Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Samarinda mengingatkan peserta untuk lebih waspada terhadap informasi menyesatkan.
Sebagai narasumber, Siti memaparkan data mengejutkan, hoaks politik mendominasi di awal tahun 2023, dengan persentase mencapai 35% dari total hoaks yang teridentifikasi.
“Hoaks politik ini kerap menargetkan pembaca yang kurang cermat, menimbulkan persepsi negatif terhadap isu-isu politik sensitif,” jelasnya.
Selain hoaks politik, beberapa kategori hoaks lain juga sering ditemukan, seperti hoaks terkait urusan pribadi (10%), berita duka (7%), kriminalitas (9%), dan kesehatan (8%). Informasi-informasi palsu ini sering dibalut narasi provokatif untuk memancing emosi masyarakat.
Siti memperkenalkan platform Turnbackhoax.id sebagai sarana pengecekan fakta.
Platform ini, katanya, penting di era digital saat hoaks tak hanya berupa teks, tetapi juga gambar, video, atau campuran ketiganya.
Platform ini membantu masyarakat memverifikasi informasi mencurigakan yang beredar di media sosial, seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, TikTok, dan YouTube.
“Obyek hoaks sering melibatkan pihak pemerintah, aparat kepolisian, TNI, hingga masyarakat sipil,” tambahnya.
Siti menekankan penyebaran informasi palsu ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penting negara.
Selain dampak sosial, Siti juga mengingatkan masyarakat akan konsekuensi hukum bagi penyebar hoaks yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut UU tersebut, penyebaran hoaks bisa dikenai hukuman pidana hingga enam tahun penjara.
“Untuk itu, masyarakat diimbau melaporkan hoaks melalui aduankonten.id atau Turnbackhoax.id,” katanya.
Dalam presentasinya, Siti menguraikan ciri-ciri utama hoaks, termasuk judul bombastis, situs yang tidak dikenal, ketiadaan nama penulis atau alamat redaksi, narasi yang memprovokasi, manipulasi gambar, serta permintaan untuk menyebarkan informasi.
Siti mengimbau masyarakat untuk lebih teliti dalam menerima informasi agar tidak terjebak dalam berita palsu.
“Literasi digital yang baik sangat penting, terutama menjelang Pemilu, agar kita bisa menyaring informasi dengan tepat,” pungkasnya.(*)