LONDON : Kementerian Perhubungan Indonesia mendapat mandat menjadi Chair Technical Group dalam sidang International Maritime Organization (IMO) Marine Environment Protection Committee (MEPC) ke-83 di London, Inggris. Kegiatan tersebut berlangsung sejak Senin, 7 April hingga Jumat, 11 April 2025.
Atas Perhubungan KBRI London Barkah Bayu Mirajaya yang mendapat mandat mengatakan bahwa momentum ini merupakan salah satu pencapaian penting bagi diplomasi maritim Indonesia.
Sebab, penunjukan ini merupakan bentuk pengakuan internasional terhadap kompetensi dan peran aktif Indonesia dalam isu-isu perlindungan lingkungan maritim.
Technical Group ini bertugas mempertimbangkan proposal penetapan Emission Control Area (ECA) wilayah khusus bebas emisi SOx, PM dan NOx di the North-East Atlantic Ocean (Samudra Atlantik Timur Laut).
Selain itu, usulan penetapan the Nasca Ridge National Reserve dan the Grau Tropical Sea National Reserve di Peru sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA). Hal ini sesuai dengan panduan penetapan PSSA IMO.
“Technical Group ini memiliki peran strategis dalam memberikan rekomendasi teknis terkait penetapan wilayah laut yang sensitif dan memerlukan perlindungan khusus dari dampak kegiatan pelayaran internasional,” terang Barkah dalam siaran pers yang diterima Narasi.co, Jumat, 11 April 2025.
Indonesia dipilih untuk memimpin Technical Group ini, lanjut Barkah, juga merupakan pengakuan dari komunitas maritim internasional. Terutama atas pengalaman dan keberhasilan Indonesia dalam mengajukan Selat Lombok sebagai PSSA pada tahun 2024.
Pengajuan tersebut menjadi salah satu contoh nyata kontribusi Indonesia dalam perlindungan lingkungan laut. Selain itu, menunjukkan kemampuan teknis dan diplomatik Indonesia di panggung global.
“Penunjukan ini tidak hanya mencerminkan kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia. Tetapi, juga menjadi momentum untuk memperkuat posisi Indonesia dalam kancah diplomasi maritim global,” ujar Barkah.
Selain itu, langkah ini juga menjadi bagian dari upaya strategis untuk meningkatkan profil Indonesia di sektor maritim. Sekaligus mendukung kampanye pencalonan Indonesia sebagai anggota Council IMO untuk periode 2026–2027.
Sebagai negara kepulauan dengan posisi geografis strategis, keterlibatan aktif Indonesia dalam forum-forum IMO sangat penting. Tujuannya untuk memastikan kepentingan nasional maritim dapat terus diperjuangkan.
“Dengan terus berperan aktif di level teknis maupun kebijakan internasional, Indonesia dapat menegaskan komitmennya dalam menjaga keberlanjutan lingkungan laut dan keamanan pelayaran dunia,” tukas Barkah.
Terkait usulan penetapan ECA di Samudra Atlantik Timur Laut, Barkah menjelaskan, Technical Group telah meninjaunya berdasarkan kriteria dan prosedur yang ditetapkan dalam Lampiran III MARPOL Annex VI. Usulan tersebut juga dianggap telah memenuhi kriteria.
Selain itu, terang Barkah, Technical Group juga membahas dan menyetujui rancangan amandemen yang diusulkan untuk Peraturan 13.5, 13.6, 14.3. Selain itu, Lampiran VII MARPOL Annex VI tentang penetapan ECA, wilayah khusus bebas emisi SOx, PM dan NOx di Samudra Atlantik Timur Laut.
Rancangan amandemen tersebut mencakup tanggal konstruksi 1 Januari 2027 untuk kapal-kapal yang beroperasi di ECA Samudra Atlantik Timur Laut. Hal ini sesuai dengan Peraturan 13.5.1.3 MARPOL Annex VI, dan juga “kriteria tiga tanggal” untuk konstruksi, peletakan lunas, dan pengiriman kapal.
“Rancangan amandemen ini tentunya perlu diteruskan untuk diadopsi pada Sidang MEPC Luar Biasa yang akan digelan bulan Oktober tahun ini sebagai bagian dari MARPOL Annex VI yang direvisi, sehingga dapat diberlakukan secepat mungkin di tahun 2027,” tukas Barkah.