Jakarta – Masyarakat Indonesia tidak perlu berlebihan merespon kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, ke Singapura dan Vietnam. Bagaimanapun juga tentu memiliki pertimbangan tersendiri mengapa Indonesia tidak masuk dalam daftar kunjungan Wapres Harris ke Asia Tenggara.
Wartawan senior yang juga Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa, menggarisbawahi sejumlah hal terkait dengan kunjungan tersebut. Hal ini disampaikan Teguh Sentosa melalui pers rilis, Sabtu(4/9/2021)
Pertama, Amerika Serikat menghormati kredo politik luar negeri bebas aktif Indonesia. Mengunjungi Indonesia di saat Amerika Serikat sedang berhadap-hadapan dengan kekuatan lain di kawasan, yakni Republik Rakyat China, tidak terlalu elok untuk dilakukan.
“Amerika Serikat menghormati kredo politik luar negeri kita yang diakui seluruh dunia, yakni bebas aktif,” ujar dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, itu, dalam dialog Indonesia Satu News yang dipandu Bursah Zarnubi, Selasa lalu (31/8/2021).
Pembicara lain dalam diskusi itu adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies, Prof Anthony Budiawan.
Kedua, kunjungan ke Asia Tenggara dilakukan Wapres Harris di tengah situasi panas di Laut China Selatan. Dengan demikian, Teguh mengatakan, dirinya dapat memahami bila Wapres Harris lebih memilih Vietnam.
“Karena Vietnam adalah salah satu negara claimant (yang mengklaim perairan) di Laut China Selatan. Indonesia bukan negara claimant,” sambungnya.
Ketiga, menurut Teguh, kunjungan ke Vietnam itu juga dimaksudkan Amerika Serikat untuk memperlihatkan kepada masyarakat dunia bahwa negara itu bisa memiliki hubungan baik dengan negara lain yang di masa lalu pernah berperang dengan mereka.
Sinyal ini penting diperlihatkan setelah Amerika Serikat memutuskan meninggalkan Afghanistan baru-baru ini.
Dalam berbagai kesempatan sebelumnya, Teguh kerap mengatakan, keputusan Presiden Joe Biden meninggalkan Afghanistan bukan bentuk kekalahan. Biden menurutnya sedang berusaha memperbaiki reputasi AS yang rusak terutama di era Donald Trump.
Di sisi lain, menurut Teguh, Amerika Serikat tidak terganggu dengan hubungan yang cukup baik antara Indonesia dengan China terutama di sektor ekonomi. Maka ini pun bukan alasan mengapa Kamala Harris tak singgah di Indonesia.
Amerika Serikat, sebutnya, tahu pasti Indonesia memiliki kepentingan pragmatis yang hari-hari ini hanya dapat dipenuhi dengan kerjasama dengan China. Dan itu tidak berarti Indonesia bergantung pada China.
Dia mencontohkan peta baru NKRI yang diumumkan di tahun 2017 lalu. Di dalam peta baru NKRI itu Indonesia memberikan nama baru untuk perairan di utara Pulau Natuna yang telah sah menjadi milik Indonesia. Namanya Laut Natuna Utara.
Pemerintah China sempat marah dan meminta nama itu dihapus. Tetapi sampai sekarang Indonesia tidak memenuhi permintaan itu.
“Saat ini Indonesia secara ekonomi terlihat membutuhkan China. Tetap secara politik, Indonesia tidak ke China juga,” tegas Teguh yang pernah menjadi Ketua bidang Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia.
Oleh karena itu, Teguh juga mengatakan, daripada sibuk memikirkan apakah keputusan Kamala Harris tidak mengunjungi Indonesia adalah ancaman atas kedekatan dengan China, Indonesia lebih baik menyelesaikan pekerjaan rumah yang penting untuk meningkatkan nilai tawar di dalam pergaulan internasional.
“Misalnya dengan sungguh-sungguh membangun sektor industri dalam negeri, sehingga Indonesia tidak hanya menjadi bangsa yang menadahkan tangan, tetapi juga memiliki pengaruh lewat produk-produk yang dijual setidaknya ke negara kawasan,” tutupnya.