SAMARINDA : Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Kalimantan Timur Irwan Fecho menyatakan kader partai di daerah telah berhenti mensosialisasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) pada Pemilu 2024.
Keputusan tersebut, menurut Irwan, sesuai dengan perintah dari DPP Partai Demokrat kepada semua kader di daerah, sekaligus sebagai pernyataan sikap peristiwa politik terbentuknya koalisi baru dengan masuknya Muhaimin Iskandar sebagai pasangan Anies Baswedan.
“Kami menerima instruksi dari DPP agar segera berhenti menyosialisasikan Anies Baswedan sebagai capres berikut juga atribut. Ada beberapa titik baliho di Kaltim, tetapi tidak banyak, yang kini mulai berhenti untuk dipajang,” ungkap Irwan.
Irwan mengaku DPD Partai Demokrat Kaltim sedari awal telah memberi kebebasan kepada kader serta menyosialisasikan Anies sebagai bagian dari capres yang diusung.
Akan tetapi, kata dia, belakangan memang aspirasi kader di Kaltim tidak terlalu percaya pada langkah Anies berikut kawan koalisi dalam hal ini Partai NasDem, mengingat tarik ulur deklarasi cawapres.
“Kami menunggu sikap resmi DPP, tetapi per hari ini kami instruksikan kader-kader berhenti menyosialisasikan Anies sebagai capres. Selain itu, semua atribut Anies diturunkan,” katanya.
Ia meyakini bahwa elektoral Anies di Kaltim juga tidak signifikan karena sedari awal Demokrat Kaltim melihat masyarakat lebih memilih secara rasional.
Artinya elektoral Demokrat di Kaltim juga tidak terganggu adanya keputusan Anies yang menurut mereka sebagai bentuk pengkhianatan.
“Manuver politik ini kami nilai tidak akan berdampak apa-apa di Kaltim karena pemilih Kaltim juga rasional,” ujar Irwan.
Menurutnya, kader Demokrat Kaltim merasa dikhianati oleh Anies Baswedan yang tidak jujur dalam memilih calon wakil presiden pendampingnya.
Sebelumnya, Anies Baswedan telah memilih Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai pendamping dalam kontestasi Pilpres 2024.
Bahkan, lanjut Irwan, Anies Baswedan telah mengirimkan surat tangan kepada AHY untuk memintanya mendampinginya dalam Pilpres 2024.
“Keputusan ini kami nilai sepihak dan tidak menghormati dua ketua umum partai lainnya yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), yaitu AHY dan Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu,” jelasnya. (*)