
SAMARINDA: Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur mengadakan pertemuan dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Samarinda terkait polemik jual beli buku di sekolah negeri.
Isu ini kembali mencuat setelah adanya orang tua yang mengeluhkan mahalnya harga buku paket di media sosial, yang menjadi viral dan menimbulkan keresahan setiap tahunnya.

“Dari hasil pertemuan ini, menurut Kepala Disdikbud Asli Nuryadin, yang digratiskan itu buku paket wajib yang digunakan di sekolah yang dianggarkan melalui bantuan operasional sekolah nasional (Bosnas),” jelas Ketua TRC PPA Kaltim Rina Zubair saat ditemui media, Senin (22/7/2024).
Rina Zubair menambahkan, setiap pembelian buku di sekolah harus diperiksa terlebih dahulu apakah buku tersebut termasuk buku penunjang atau lainnya.
“Jika buku yang sudah disediakan oleh Bosnas tidak boleh lagi diperjualbelikan,” tegasnya.
Menurut paparan Disdikbud, Rina menjelaskan, buku paket wajib yang digunakan di sekolah harus digratiskan. Namun, jika ada yang menjual buku paket wajib, hal itu bisa dilaporkan dan Disdikbud akan mengambil tindakan tegas.
Ia menegaakan, jika ada yang berseliweran soal pembelian buku di sekolah harus diperiksa terlebih dahulu buku tersebut termasuk buku penunjang atau lainnya.
“Tapi jika buku yang sudah disediakan oleh Bosnas tidak boleh lagi diperjualbelikan,” sebutnya.
Rina juga mengimbau orang tua untuk bijak dalam menyikapi masalah ini.
“Jika tidak mampu membeli buku yang diwajibkan, bicarakan kondisi ekonomi kepada guru. Jika pihak sekolah tetap tidak peduli, bisa dilakukan pelaporan,” ujarnya.

Ditemui secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Samarinda Asli Nuryadin, memberikan pernyataan tegas mengenai penjualan buku di sekolah-sekolah.
Ia menjelaskan ada dua jenis buku yang harus dipahami oleh pihak sekolah dan orang tua siswa.
“Pertama, buku wajib yang tidak boleh diperjualbelikan karena sudah dianggarkan melalui dana Bosnas. Kedua, buku pendukung yang dalam hal ini terserah orang tua mau beli atau tidak. Sekolah juga dilarang memaksakan pembelian buku ini,” ujar Asli Nuryadin.
Menurutnya, sekolah tidak boleh menjual atau memfasilitasi penjualan buku wajib, karena hal tersebut dapat menimbulkan multitafsir.
Ia menegaskan, jika ada bukti kuat berupa paksaan dari pihak sekolah untuk membeli buku wajib, maka hal itu perlu dilaporkan kepada Dinas Pendidikan.
“Jika ada orang tua yang merasa tidak mampu membeli buku pendukung namun tetap ingin membelinya, itu bisa dikomunikasikan dengan baik tanpa paksaan. Tidak boleh ada tekanan dari pihak sekolah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Nuryadin menegaskan, jika ditemukan penjualan buku paket resmi di sekolah, hal tersebut harus segera dilaporkan dengan disertai bukti yang kuat bukan hanya sekedar lisan.
“Itu pelanggaran yang serius dan kami akan menelusuri. Jika terbukti berat, bisa sampai pada pencopotan jabatan,” tegasnya.(*)