Samarinda – Tingkat pengangguran di Kaltim sampai pada Februari 2022 berdasarkan informasi data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim turun 0,04 persen dari tahun 2021. Meski demikian, tingkat lengangguran terbuka (TPT) masih terbilang besar yakni sekitar 6,77 persen.
BPS Kaltim menerangkan ada sekitar 6,77 persen penduduk usia kerja atau setara dengan 192,63 ribu orang terdampak pandemi Covid-19 yang terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (11,47 ribu orang), bukan angkatan kerja (BAK) karena Covid-19 (8,92 ribu orang), sementara tidak bekerja karena Covid-19 (11,92 ribu orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 (160,63 ribu orang).
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim Salehuddin menilai kasus pengangguran di Kaltim adalah hal yang cukup unik, tertinggi tingkat pengangguran terbukanya terutama di tahun 2021, padahal di Kaltim sebenarnya punya PDRB tertinggi se-Kalimantan. Otomatis ada yang salah dalam proses bagaimana mengatasi pengangguran.
Menurutnya, memang pada saat LKPj yang disampaikan gubernur, tingkat pengangguran terbuka di Kaltim itu mengalami penurunan hanya 0,04 persen. Namun jika dibandingkan tahun 2019 masih tinggi, karena salah satu faktornya yaitu belum pulihnya ekonomi secara signifikan karena pengaruh pandemi. Hampir warga dunia mengalami pandemi Covid-19. Hal itu juga mengantam sektor perekonomian termasuk industri, dimana memicu pengurangan karyawan pekerja di sejumlah perusahaan dan menyebabkan besarnya angka pengangguran.
“Bahkan tercatat pengangguran terbesar itu di kota seperti Samarinda, Balikpapan dan Bontang dibandingkan kabupaten lainnya. Sektornya bukan besar di industri pertambangan dan perkebunan. Tetapi kemungkinan besar pada lingkup kecil seperti home industri,” katanya.
Oleh karena itu harus menjadi konsentrasi pemerintah provinsi ke depannya agar bisa bekerja keras untuk melakukan upaya bagaimana menciptakan lapangan kerja termasuk menyiapkan pendidikan pelatihan untuk pekerjaan di bidang tertentu. Mulai dari meningkatkan modal, kemudian juga kemampuan bagi pelaku-pelaku ekonomi supaya mengurangi ketergantungan pada sektor pertambangan dan perkebunan yang lain.
“Ini kerja keras karena dibanding angka nasional, kita termasuk tinggi. Sementara kita menyumbang PDRB-nya itu 50 persen Rp 1.399 triliun, ternyata PDRB itu banyak disumbangkan oleh sektor pertambangan dan migas,” tegasnya.