JAKARTA: Polemik seputar kasus copot jilbab bagi petugas Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur (Kaltim) masih terus berlanjut dan cenderung semakin gencar kecaman dari berbagai kalangan.
Setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengeluarkan pernyataan dan protes keras dari mantan pembina Paskibraka Aceh, kini giliran respon dari Satkar Ulama Indonesia
Ketua Umum Satuan Karya (Satkar) Ulama Indonesia yang juga Ketua Fraksi Golkar MPR RI Dr. Ir. H. M. Idris Laena MH mengecam kebijakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang melarang penggunaan jilbab bagi petugas Paskibraka wanita.
“Penjelasan Kepala BPIP yang menyatakan bahwa petugas Paskibraka dengan sukarela melepas jilbab, adalah pernyataan konyol dan semakin meresahkan,” kata Ketua Umum Satkar Ulama periode 2021-2025 ini di Jakarta, Kamis (15/08/2024).
Kenapa disebut pernyataan konyol, kata Idris Laena, karena ditegaskan juga oleh yang bersangkutan bahwa untuk menjadi petugas Paskibraka harus mengisi formulir surat penyataan diatas materai.
Alasannya, karena didasarkan pada peraturan BPIP No 3/2022 serta diperkuat Surat Keputusan Kepala BPIP No 35/2024 tentang Standar Pakaian, Atribut dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA). Yang intinya menegaskan pentingnya keseragaman.
Menurut Idris Laena, kecaman Atas kebijakan tersebut akan terus bermunculan karena BPIP Yang diharapkan mampu mengawal Pancasila sebagai Ideologi yang mempersatukan Bangsa Indonesia yang majemuk dan beraneka Ragam.
“Sementara faktanya sekarang ini menyusul kasus copot jilbab bagi petugas Paskibraka, justeru tidak mampu memahami esensi Pancasila yang sesungguhnya,” kata manta Ketua Badan Pengurus Daerah Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (BPD KKSS) Kota Bekasi ini.
Diungkapkan Idris Laena, pada pelaksanaan HUT 17 Agustus di Era Presiden Joko Widodo, justeru dimulainya tradisi baru menggunakan pakaian adat untuk menggambarkan kemajemukan bangsa Indonesia.
“Ini juga sesusi dengan semboyan Negara Republik Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang artinya biar berbeda veda tapi tetap satu juga,” kata pendiri Alexandria Islamic School Bekasi ini.
Menurut Idris Laena, kebijakan Kepala BPIP yang menimbulkan polemik ini adalah untuk kali keduanya. Sebelumnya yang bersangkutan membuat pernyataan yang juga menggemparkan dengan menyebut bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama.
Karena itu, Idris Laena yang juga Anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini, mengusulkan agar pemerintah sudah saatnya mengevaluasi Kepala BPIP (*)