SAMARINDA: Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (FH Unmul) menggelar diskusi bertajuk “KPK dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi”.
Diskusi ini dalam rangka mengawal proses seleksi calon pimpinan (capim) dan dewan penasehat (dewas) KPK yang akan berlangsung pada 15 Juli 2024 mendatang.
Orin Gusta Andiri dari Saksi FH Unmul menegaskan pentingnya peran masyarakat sipil, akademisi, dan pusat studi dalam pemberantasan korupsi, meski lembaga KPK belakangan ini mengalami kontroversi sejak revisi UU KPK.
“Sebagai salah satu lembaga Studi Anti Korupsi di Fakultas Hukum Unmul, kami bersama Transparency International Indonesia melakukan profiling calon dan mengajak masyarakat sipil untuk memantau hal tersebut,” ujar Orin saat diwawancarai usai mengisi diskusi, di Gedung Fakultas Unmul, Jumat (12/7/2024).
Orin menyebut beberapa calon yang telah diseleksi harus memenuhi kriteria integritas dan idealisme dalam pemberantasan korupsi.
“Kami memiliki pandangan kriteria calon yang integritas. Misal, apakah calon ini pernah bersentuhan langsung dengan isu-isu anti korupsi? Kami memiliki alat untuk menyisir calon-calon tersebut,” jelasnya.
Dalam diskusi, Saksi FH Unmul juga menyoroti pentingnya keterlibatan perwakilan dari Kalimantan Timur dalam seleksi capim KPK.
“Kami berharap ada perwakilan dari Provinsi Kalimantan Timur yang bisa menjadi bagian dalam penindakan kasus-kasus korupsi di tingkat nasional,” harap Orin.
Selain itu, Orin mengkritisi syarat usia calon pimpinan KPK yang harus berusia 50 tahun. Padahal, tidak ada kajian sejarah atau filosofisnya.
“Batas usia 40 tahun sudah cukup, dan itu telah kami tracking sejak revisi UU KPK tahun 2019,” tegasnya.
Orin menambahkan, revisi UU KPK sejak awal telah menimbulkan banyak kejanggalan yang menyebabkan kelemahan lembaga independen ini.
Ia juga berharap masyarakat sipil dan akademisi bisa lebih perhatian terhadap hal tersebut.
“Apalagi, Kalimantan Timur dengan sumber daya alamnya yang besar memiliki peluang tindakan korupsi yang sangat terbuka, dan ini yang harus kita lawan,” tutupnya.
Kegiatan ini menghadirkan ke empat narasumber dari berbagai kalangan akademisi dan organisasi masyarakat sipil.
Di antaranya, Sholihin Bone dari Akademisi FH Unmul, Izza Akbarani dari Transparency International Indonesia, Orin Gusta Andini dari Saksi FH Unmul dan Gina Sabrina dari Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI) Nasional.(*)