YOGYAKARTA : Dalam rangka mewujudkan kedaulatan rupiah di wilayah Negara Kesatuan RI dan mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia pada tahun 2015 telah menetapkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara RI.
Guna mendukung hal tersebut, maka penggunaan mata uang rupiah diwajibkan kepada setiap pihak dalam melakukan transaksi di Indonesia baik tunai, maupun nontunai termasuk bagi Perusahaan Pelayaran dalam transaksi bisnis transportasi laut.
Demikian dikatakan Direktur Lalu Lintas dan Angkuan Laut, Capt. Hendri Ginting saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Penerapan Rupiah Dalam Transaksi Transportasi Laut Dengan Tema “Peluang Dan Tantangan” Tahun 2023, di Yogyakarta, Kamis (7/9/2023).
Diakui, aturan kewajiban penggunaan rupiah memang sudah cukup lama dikeluarkan pemerintah, melalui peraturan Bank Indonesia.
Namun seiring berjalannya waktu, terdapat perusahaan pelayaran yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas penundaan pelaksanaan peraturan Bank Indonesia nomor 17/3/PBI/2015 tahun 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Perusahaan pelayaran sendiri merupakan jenis perusahaan yang bergerak dalam industri transportasi laut,” ujarnya.
Mereka bertanggung jawab, untuk mengangkut barang dan penumpang melalui perairan laut menggunakan kapal atau kapal laut.
Perusahaan pelayaran memainkan peran penting, dalam perdagangan internasional dan konektivitas global, karena sebagian besar perdagangan dunia dilakukan melalui jalur laut.
Dalam rangka menjalankan operasinya, lanjut Capt. Ginting, perusahaan pelayaran menghadapi tantangan, seperti fluktuasi harga bahan bakar, perubahan regulasi, perlindungan lingkungan, dan dinamika pasar global.
Namun, mereka tetap menjadi komponen integral dari sistem ekonomi global yang menghubungkan berbagai pasar dan negara melalui perairan laut.
Sementara di sisi lain, konektivitas transportasi laut antar pulau di Indonesia dengan angkutan laut saat ini, belum dapat menjangkau seluruh daerah.
Sehingga, pergerakan orang dan pengangkutan barang di beberapa wilayah masih terbatas, yang berdampak pada percepatan-pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah yang belum merata.
Untuk itu, Capt Hendri berharap, melalui FGD kali ini dapat dijadikan sebagai forum diskusi dengan pihak-pihak terkait pelaksanaan kewajiban penggunaan mata uang rupiah dalam transaksi di bidang trasportasi laut sekaligus sebagai forum sosialisasi.
Melalui FGD ini, peserta akan mendapat pemahaman yang menyeluruh mengenai Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Indonesia.
Sehingga, akan disepakati solusi untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan kewajiban penggunaan mata uang rupiah.
Serta menemukan peluang, dan tantangan sebagai upaya untuk meningkatkan penggunaan mata uang rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada kesempatan ini, Kasubdit Pengembangan Usaha Angkutan Laut, Raden Yogie Nugraha, dalam laporannya mengatakan, FGD Penerapan Rupiah Dalam Transaksi Transportasi Laut Dengan Tema “Peluang Dan Tantangan” dilaksanakan di Novotel Suites Yogyakarta pada 7 September 2023, diikuti 50 peserta pejabat Kementerian Perhubungan, UPT Ditjen Hubla serta pemangku kepentingan terkait, baik yang melalui daring maupun yang hadir langsung
Adapun narasumber pada FGD kali ini adalah Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Kepala Badan Kebijakan Fiskal – Kementerian Keuangan, Kepala Pusat Pembiayaan Infrastruktur Transportasi (PPIT) Kementerian Perhubungan dan Ketua Umum DPP INSA.
“Kami berharap FGD ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi para peserta khususnya dalam upaya peningkatan perekonomian bangsa dan negara,” tutup Raden Yogi. (*)