
SAMARINDA: Fenomena wisuda untuk siswa tingkat SD, SMP, dan SMA kembali menuai kritik publik, terutama terkait pembiayaan dan bentuk perayaannya yang dinilai berlebihan.
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Sarkowi V Zahry, menegaskan bahwa pelaksanaan wisuda seharusnya tidak menjadi beban finansial bagi orang tua dan perlu diatur dengan kebijakan yang jelas agar tidak melenceng dari nilai-nilai pendidikan.
“Prinsipnya, jangan sampai program wisuda itu membebani pembiayaan orang tua. Kan tidak semua orang tua mampu,” kata Sarkowi saat ditemui di Gedung DPRD Kaltim, Rabu, 28 Mei 2025.
Ia mengingatkan bahwa kewenangan pendidikan dasar dan menengah ada di tingkat kabupaten/kota, namun perlu ada pengawasan kebijakan umum agar praktik di lapangan tidak menyimpang dan tetap menjunjung etika serta nilai kebersamaan.
Menurut Sarkowi, jika sekolah atau komite ingin mengadakan acara pelepasan atau wisuda, sebaiknya dirancang dengan sederhana dan tetap bermakna, misalnya dengan menggunakan aula sekolah atau halaman terbuka.
“Kalau toh membuat acara wisuda, ya bagaimana didesain untuk sederhana saja. Tidak harus di hotel, mungkin bisa di sekolah,” sarannya.
Ia menyoroti fakta tidak semua orang tua merasa nyaman menyuarakan keberatan terhadap biaya wisuda. Banyak yang terpaksa menyetujui hanya karena takut dianggap tidak mendukung, padahal secara ekonomi mereka keberatan.
“Sekarang ini kalau tidak ada imbauan seperti itu, dikhawatirkan tetap dilaksanakan dan para orang tua dianggap setuju. Padahal bisa saja mereka keberatan tapi tidak enak, bahkan sampai cari utang demi wisuda anaknya,” ungkapnya.
Sarkowi memahami bahwa wisuda kerap dianggap sebagai momen emosional dan berkesan bagi anak-anak dan keluarganya.
Namun ia menegaskan acara tersebut harus dijaga dari sisi etika, termasuk tidak mengarah pada kegiatan yang tidak mencerminkan karakter pelajar.
“Sekarang banyak juga yang bukan di hotel tapi di lapangan terbuka, membunyikan musik keras, bahkan joget-joget yang tidak menunjukkan sebagai insan pelajar. Fatalnya, kadang gurunya juga ikut dan videonya beredar di media sosial,” ujarnya prihatin.
Politisi Partai Golkar itu menilai bahwa pembiaran semacam ini bisa berdampak negatif pada citra dunia pendidikan, serta melenceng dari nilai yang seharusnya ditanamkan dalam lingkungan sekolah.
Sarkowi mendorong agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai rambu-rambu pelaksanaan wisuda bagi satuan pendidikan. Menurutnya, aturan ini bisa menjadi pedoman teknis bagi sekolah dan komite agar tidak keluar jalur.
“Saya menyarankan supaya ada Pergub yang mengatur itu. Supaya ada rambu-rambunya, meskipun diperbolehkan, asal tidak memberatkan,” tegasnya.
Sarkowi menekankan pentingnya musyawarah antara sekolah dan komite dalam merancang acara wisuda, jika memang ingin dilaksanakan.
“Silakan dirancang, termasuk pembiayaannya, tapi kuncinya adalah kesepakatan bersama dan jangan sampai ada unsur paksaan,” tutupnya.