Samarinda – Konflik antara perusahaan dan petani kembali terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara. Kali ini, kasus terjadi antara petani di Jalan SP 6 Desa Suka Bumi Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur. Dugaan penyerobotan lahan oleh perusahaan.
Dugaan penyerobotan lahan tersebut dialami oleh Darmono, Mahrum dan Asrie Hamzah (alm).
Darmono menceritakan, masalah ini berawal dari pembelian sejumlah hektare tanah yang dijual oleh almarhum Asrie Hamzah sekitar tahun 2005. Darmono membelinya bersama Mahrum.
Total lahan yang mereka kuasai bertiga di kawasan itu tidak kurang dari 300 hektare.
Darmono menuturkan pada kisaran tahun 2011 lalu, ada sebuah program yang dimunculkan oleh pemerintah terkait penanaman singkong gajah. Bekerjasama dengan BPD Kaltim, petani didanai untuk mengembangkan tanaman singkong gajah.
“Keuntungan dari hasil perkebunan tersebut harus kembali dibagi untuk setoran bank, pokok dan bunga. Perekonomian pun berputar,” kisah Darmono, Jumat (17/9/2021).
Belakangan muncul perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan yaitu PT Kutai Argo Jaya (KAJ) yang menyatakan kesediaannya untuk membeli lahan petani.
Almarhum Asrie Hamzah, Darmono dan Mahrum menolak untuk menjual aset mereka sekalipun memiliki surat bukti kepemilikan yang sah.
Tahun 2013 mereka dikejutkan oleh aksi PT KAJ yang melakukan land clearing (LC) atau pembukaan lahan.
“PT KAJ itu sudah mulai LC pada 2013. LC itu bersih, tapi singkong sawit sudah dirusak dan kebunnya Pak Mahrum disikat habis,” sebut Darmono menceritakan.
Mereka pun segera menyambangi kantor PT KAJ dengan membawa surat bukti sah kepemilikan lahan.
“Loh ini surat tanah saya, kan sudah saya ingatkan jangan dirusak. Lahan kami kenapa di-LC. Akhirnya pada 2013 itu karena pihak PT KAJ tidak bisa membuktikan legalitas tanah, sehingga tanah kembali diserahkan kepada saya,” ungkap Darmono.
Padahal, sambung Darmono, singkong gajah yang dirusak itu telah berumur 7-9 bulan. Tidak lama lagi akan dipanen. Begitu juga dengan perkebunan sawit.
“Kita sudah mendirikan pabrik dan perkebunan singkong sudah mau diproduksi digiling, malah dihancurkan,” keluh Darmono.
Saat itu Darmono telah memiliki pabrik pengolahan singkong menjadi tepung tapioka.
Mahrum salah satu pemilik lahan menjelaskan jika pada dasarnya budaya masyarakat di sana, siapa yang mengayunkan mandau pertama, itulah yang pemiliknya.
Selanjutnya, kepala desa atau kepala kampung membuatkan surat keterangan garapan.
“Lahan ini kami kuasai karena dari masyarakat, surat keterangan diketahui pemerintah desa setempat, saksi, RT dan kecamatan. Itulah budaya yang berlaku selama ini,” ungkap Mahrum di lokasi lahan yang disengketakan.
Mahrum pun geram mengetahui bangunan dan perkebunan dirusak oleh oknum yang mengatasnamakan PT KAJ.
“Saya mempertahankan lahan ini. Tetapi berjalannya waktu, sekitar tahun 2013, saya kaget kok tiba-tiba ada yang menggusur lahan saya di sebelah. Saya katakan, kenapa menggusur lahan tanaman sawit saya, sebab tanaman sawit saya waktu itu sudah berbuah,” sambung Mahrum.
Saat itu juga dirinya langsung menemui pihak PT KAJ. Ia tegas meminta perusahaan tidak melanjutkan perusakan lahan tersebut.
Sehingga diajaknya pihak PT KAJ untuk melakukan pengukuran ulang dan munculah jumlah yang hingga saat ini pihaknya klaim kepemilikannya sesuai dengan print out (data nyata). Akhirnya PT KAJ mundur teratur.
“Jadi saya pikir semuanya sudah inkrah dengan adanya print out keluar dari perusahaan tersebut. Dulu sempat juga pihak PT KAJ menawarkan penukaran dengan tanah yang berada di km 45. Hanya saja saya tidak mau ditukar atau dibarter seperti itu yang ada malah menimbulkan masalah baru,” jelasnya.
Tahun 2014, akhir Desember, pihak PT KAJ kembali datang dengan mengatakan telah memiliki izin. Perkebunan singkong yang sudah berusia 7 bulan pun kembali dirusak.
Paulinus Dugis, Oktofianus Siki, Melsy Santo, Desi Andriani Natalie Hangin dan Riahit, sebagai pengacara yang diberikan kuasa untuk menangani kasus klien (Asrie Hamzah, Darmono, Mahrum) yang merasa dirugikan, Jumat (17/9/2021) siang pun turun langsung ke lokasi lahan sengketa tersebut.
“Jadi hari ini kami melakukan pemasangan spanduk di lokasi ini dengan maksud memberitahukan bahwa terhadap ketiga klien kami ini sudah ada kuasa hukum yang tertera pada spanduk,” sebut Paul, sapaan akrabnya.
“Kami turun memastikan bahwa spanduk tersebut berada di objek klien, dimana kami melakukan pembelaan itu,” jelas Paul.
Paul menguraikan, sebelum ada tanaman sawit, klien mereka ini menaman singkong gajah, karet dan sawit juga. Ada tiga kelompok tani dan bahkan telah memiliki pabrik pengolahan singkong yang diolah menjadi tepung tapioka.
Tetapi ketika singkong itu dihancurkan, otomatis petani setempat tidak memiliki penghasilan, karena dari olahan singkong itulah uang dihasilkan dan sebagian juga untuk membayar bunga bank.
“Sebab bunga bank tetap berjalan,” ucap Paul.
Paul pun mengaku sudah menggali kasus ini. Kepala desa setempat mengatakan bahwa objek yang diklaim kliennya memang benar adalah tanah yang dimiliki kliennya.
Terkait perusakan, bangunan tempat tinggal, Mahrum telah melaporkan tindak pidana tersebut ke Polres Kukar dan berharap segera ditindaklanjuti.
Pihak perusahaan pun berjanji akan menyiapkan Rp 1 miliar untuk Mahrum untuk ganti kerusakan lahan dan tanaman.
Tapi hingga hari ini perusahaan tersebut tidak pernah menunjukkan itikad baik terhadap kliennya.
“Kemarin sudah ditotalkan dari sejumlah kerugian ketiga kliennya itu sekitar Rp 138 miliar. Itu dirusak sedemikian oleh perusahaan,” beber Paul.
Ketua Federasi Advokat Kalimantan Timur itu lagi-lagi menuturkan harapannya agar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam hal ini Dinas Perkebunan untuk melihat kembali, betul tidaknya legalitas izin yang dimiliki PT KAJ, sehingga tidak dilakukan pembiaran terhadap kasus tersebut.
Sementara Kuasa Hukum PT KAJ Refman Basri membantah penyerobotan milik tiga petani oleh KAJ. Pihak perusahaan mengaku memiliki izin atas lahan tersebut dan diketahui pemerintah setempat.