JAKARTA: Di tengah ketidakpastian global, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan ketahanan yang solid dengan pertumbuhan sebesar 4,87 persen (yoy) pada Triwulan I-2025.
Capaian ini, menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, bahkan melampaui negara-negara tetangga seperti Singapura (3,8 persen), Malaysia (4,4 persen), serta negara maju anggota G20 seperti Amerika Serikat (2,0 persen) dan Uni Eropa (1,2 persen).
“Pencapaian pertumbuhan 4,87 persen ini menegaskan bahwa fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat,” jelas Airlangga.
Ia menambahkan bahwa ekonomi nasional mampu bertahan di tengah fragmentasi geoekonomi, meningkatnya kebijakan proteksionisme, ekonomi Indonesia, tetap tumbuh solid.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga menjadi penggerak utama dengan pertumbuhan 4,89 persen, berkontribusi 54,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara itu, ekspor tumbuh 6,78 persen, didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas dan lonjakan kunjungan wisatawan mancanegara.
Airlangga menyebut, kebijakan pemerintah seperti pemberian THR, Bantuan Hari Raya, program mudik gratis, dan diskon belanja selama Ramadan dan Lebaran turut mendorong daya beli masyarakat.
Sektor pertanian mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 10,52 persen, disusul jasa Lainnya 9,84 persen dan Jasa Perusahaan 9,27 persen.
Secara regional, pertumbuhan tertinggi terjadi di Pulau Sulawesi 6,40 persen dan Pulau Jawa 4,99 persen.
“Kami juga terus mencermati dan mewaspadai risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang disampaikan oleh IMF bahwa ekonomi dunia pada 2025 diproyeksikan tumbuh melambat di angka 2,8 persen serta pelemahan angka PMI di Indonesia dan di berbagai negara bulan ini,” ujar Menko Airlangga.
Untuk menjaga daya beli, pemerintah akan menyalurkan bantuan sosial (bansos) PKH & Kartu Sembako pada Mei-Juni serta pencairan Gaji ke-13 ASN.
“Pencairan gaji ke-13 dan penyaluran bansos diharapkan memberikan stimulus bagi perekonomian nasional, terutama dalam mendorong konsumsi rumah tangga,” kata Menko Airlangga.
Pemerintah juga memberikan insentif fiskal di sektor properti, otomotif, dan padat karya, serta menjaga stabilisasi harga pangan.
Untuk mendorong investasi, Pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perluasan Lapangan Kerja, menyederhanakan perizinan melalui Inpres Deregulasi, Penyelesaian Revisi Perpres BUPM (Bidang Usaha Penanaman Modal) dan mengimplementasikan Kredit Investasi untuk Industri Padat Karya, optimalisasi Capex (capital expenditure) BUMN, dan optimalisasi penyaluran KUR (Kredit Usaha Rakyat).
“Kami berkomitmen terus memperbaiki iklim investasi melalui deregulasi dan penyederhanaan perizinan. Implementasi Kredit Investasi untuk Industri Padat Karya juga kami dorong untuk menciptakan lapangan kerja baru,” jelas Airlangga.
Akselerasi belanja pemerintah menjadi fokus utama dengan target penyerapan bisa lebih tinggi dari siklus triwulanannya, untuk mendorong multiplier effect terhadap pertumbuhan.
Pemerintah juga terus melakukan mitigasi risiko terkait kebijakan Trump 2.0 dan perluasan pasar ekspor melalui negosiasi tarif dengan Amerika Serikat serta penyelesaian kerja sama EU-CEPA.
“Bergabungnya Indonesia dengan BRICS serta aksesi ke OECD menunjukkan komitmen kita untuk memperkuat posisi di kancah ekonomi global. Ini akan mendukung transformasi ekonomi jangka panjang menuju Indonesia Maju,” pungkasnya.