Samarinda – Pemerintah mulai memberlakukan uji coba di beberapa daerah tentang aturan bahwa hanya pengunjung yang sudah memiliki sertifikat vaksin yang boleh masuk.
Menanggapi hal tersebut, Laila Fatihah selaku Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda mengaku kurang setuju.
Ia menanyakan, apakah orang-orang yang menunjukkan sertifikat vaksin itu benar-benar terjamin kesehatannya. Karena, sambung Laila, masa inkubasi itu 10 hari. Mungkin bisa benar orang tersebut sehat, namun apakah dengan polymerase chain reaction (PCR) dapat menjamin terhindar dari paparan Covid-19 di tengah perjalanannya.
“Saya memahami ini merupakan program pemerintah, namun kalau saya secara pribadi kurang setuju,” ungkap Laila Fatihah di kantor kerjanya, Selasa (10/8/2021).
Apalagi zaman modern seperti ini apa saja bisa diolah manusia. Seperti pemberitaan yang beredar yaitu pemalsuan surat vaksin dan PCR. Menurutnya saat seperti ini semua bisa dibayar dengan uang tanpa memperhatikan keselamatan orang banyak.
“Dengan adanya pemberlakuan seperti itu keluarlah oknum-oknum memalsukan ini dan itu karena harus ada sertifikat akhirnya muncul orang-orang yang memanfaatkan situasi,” bebernya.
Mungkin ini salah satu cara pemerintah untuk mengurangi tingkat kerumunan di masyarakat dan ajakan untuk menjalankan dua tahap vaksinasi Covid-19. Namun Lagi-lagi politikus PPP itu menuturkan kurang sepakat dengan aturan tersebut.
Di sisi lain, Laila Fatihah juga menyoroti kurangnya stok vaksin di daerah. Kata dia, bagaimana mau menggalakkan kepada masyarakat untuk wajib vaksin kalau stok vaksin saja belum tersebar secara merata.
“Belum lagi ada masyarakat yang tidak mau vaksin akibat beredarnya kabar bahwa setelah vaksin langsung mati,” ucapnya.