Samarinda– Proklamasi kemerdekaan RI dikumandangkan 17 Agustus 1945. Jangan dikira masa itu mudah dilewati. Tekanan berat dari Belanda dan sekutu ditambah Jepang yang masih ingin merebut kekuasaan kembali tak ubahnya seperti serigala lapar siap menerjang. Pasukan pejuang tak tinggal diam, angkat senjata bergerilya, senyap namun mematikan. Di Kaltim sendiri, para ahli sabotase berhimpun dalam Brigade XVI Batalyon “G”. Batalyon ini menjadi embrio kelahiran TNI di Kaltim.
Arus Mahakam tak terlalu deras kala itu, awal 1946 perahu tak terlalu besar menjadi saksi. Di bawah Gunung Lipan hampir berseberangan dengan Kampung Batu Penggal, Loa Bakung, Wahel Tantawy bersama HA Gani Rachman, Anang Oemar, Abd Hamid, Wisman Noersikin, Abdoel Wahid serta Saad sambil mendayung perahu dan Bakri di kemudi, menyamakan bahasa, menghimpun, menyusun barisan pasukan.
Inilah pertemuan bersejarah, bagaimana seorang Wahel Tantawy membawa misi mengumpulkan pejuang gerilya yang ada di Samarinda, untuk mengamankan dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan lantang oleh Soekarno.
Ini bukan cerita karangan atau rekaan, Narasi.co berkesempatan melihat langsung kumpulan buku yang terdiri dari tulisan yang berbaris rapi khas huruf mesin ketik.
Di dalamnya semua peristiwa bersejarah Kaltim dicatat dengan apik, berikut foto otentik ditempel rapi. Hari itu lepas Salat Maghrib 14 Agustus 2022, media ini bergegas ke sebuah rumah di Jalan Gatot Subroto, Gang Mesjid, Samarinda.
Lelaki dihadapan penulis melempar senyum, menyilakan masuk. Jejeran buku menjadi latar perbincangan malam itu, ialah Eddy Yan didampingi istri, Ipeth atau lebih dikenal dengan julukan Acil Ipeth dari Komunitas Jelajah/History of Samarinda, sebuah komunitas yang konsen dengan sejarah Samarinda secara khusus dan Kaltim pada umumnya.
Pasangan suami istri ini bersedia menceritakan secara runut sejarah yang tertulis di buku catatan tersebut maupun dari cerita langsung dari keluarga penulis buku tersebut.
“Saya diberi amanah untuk menjaga buku ini, satu buku terbagi menjadi beberapa jilid karena tebal, semua peristiwa bersejarah Kaltim ada di buku ini, termasuk bagaimana perjuangan pejuang kemerdekaan, lahirnya TNI dan perang gerilya, ditulis oleh Wahel Tantawy Komandan Brigade XVI, Batalyon G,” jelas Eddy Yan.
Pembentukan Brigade XVI Batalyon G ini melalui beberapa tahap rapat penting, rapat pertama untuk memperkenalkan masing-masing kelompok, dikenallah kelompok 3 sekawan.
Rapat kedua di tempat yang sama, tujuannya mulai menyusun barisan, pada rapat ini mengemuka siasat untuk merampas senjata di tangsi militer Belanda di Kampung Bugis – sekarang Jalan Awang Long- Samarinda.
Rapat-rapat selanjutnya berjalan cukup baik, terbentuklah kompi-kompi dengan anggota pasukan pemberani, melawan kekuasaan Netherlands Indies Civil Administration; disingkat NICA yaitu otoritas sipil dan militer perpanjangan tangan Pemerintah Belanda dari 1944 hingga 1947 sejak berakhirnya masa pendudukan Jepang pada bulan Agustus 1945.
Walau pun hanya memiliki persenjataan seadanya dari senjata-senjata sisa pendudukan Jepang dan senjata rampasan milik Belanda, para pejuang tak gentar melawan usaha pengambilan kekuasaan, kemerdekaan harga mati untuk dijaga, sekalipun nyawa taruhannya. Pergerakan jadi terorganisasi dengan baik. Brigade XVI Batalyon G berhasil membuat gentar musuh.
Puncak dari perjuangan bersenjata ini ketika pada 14 Desember 1949, Letnan Kolonel Sukanda Bratamenggala Ketua Missi Militer Republik Indonesia meresmikan Brigade XVI Batalyon G yang dipimpin oleh Wahel Tantawy sebagai tentara resmi Republik Indonesia (TNI) di Kalimantan Timur.
Inilah daftar struktur awal Brigade XVI Batalyon “G” :
1. Wahel Tantawy, Komandan Batalyon “G”
2. Ali Baderoen Noor, Liaison Officer Pusat
3. R.P Joewono, Kepala Staff Umum
4. H. Abd Azis Gani, Wakil Kepala Staf
5. Moestafa Kemal, Kepala Polisi Tentara
6. Sjahcransyah, Kepala Bagian Sekretariat
7. Paidjo, Kepala Intelligence Service
8. Anang Masjkeroensjah, Adjudan
9. Kateni Tjiptoutomo, Wakil Kepala Intelligence Service
10. Anang Atjil Adiwidjaja, Kepala Bagian Operasi
11. Wisman, Komandan Kompi I
12. Abdoel Hamid, Komandan Kompi II
13. Abdoel Wahid, Komandan Kompi III
14. Badak, Komandan Kompi IV
15. Boestani A.S, Komdan Kompi A
16. Amir Arsyad Husein, Komandan Kompi B
17. Usin Abdoel Gafar, Komdan Kompi C
18. Goenawan S Iman Dihardjo, Kepala Bavian Persenjataan
19.Abdoel Kadir Wewang, Komandan Pelatih
Wahel Tantawy juga pernah menjadi Komisi Umum (Komandan Teritorial) daerah Kalimantan Timur, merangkap Komandan Kesatuan ALRI Divisi IV Kalimantan Timur.
Selama periode 1945-1949, Jenderal Soedirman telah berulang kali mengirim sejumlah perwira penghubung tim penyelidik untuk mengabarkan dan meningkatkan gerakan perjuangan di daerah Kalimantan, juga dari segi organisasi perjuangan, maka terbentuklah kesatuan ALRI Divisi IV dengan pembagian wilayah A,B,C.D, selanjutnya inilah misi awal yang diemban Wahel Tantawy, menghimpun perjuangan yang telah ada.
Orang-orang inilah yang berjasa berjuang dan mempertahankan kemerdekaan RI di Kaltim.
Maka di momen kemerdekan Republik Indonesia ke-77 doa terhatur untuk semua yang mendahului, biarlah kucuran keringat, darah dan air mata tumpah namun jadi berkah dan pahala yang terus mengalir ke pahlawan Indonesia di Kaltim, menjadikan Indonesia kuat di masa kini dan nanti.