LONDON : Pertemuan Marine Environment Protection Committee (MEPC) ke-82, digelar di Markas Besar IMO di London sejak Senin (30/9/2024) hingga Jumat besok (4/10/2024).
Di acara pertemuan tersebut, ditetapkan Pulau Nusa Penida dan Gili Matra di Selat Lombok sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA) oleh International Maritime Organization (IMO) menjadi misi utama delegasi Indonesia.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan Capt. Hendri Ginting sebagai Head of Delegation (HoD) mengungkapkan, pembahasan mengenai Penetapan Pulau Nusa Penida dan Gili Matra di Selat Lombok sebagai PSSA dibuka dan diperkenalkan oleh Chair of the Committee sebagai Dokumen MEPC 82/12 pada hari kedua Pertemuan, Selasa (1/10/2024).
”Saya melihat cukup banyak negara yang menyampaikan intervensi dan dukungan terhadap Dokumen MEPC 82/12 dan tidak ada yang menyampaikan keberatan,” jelas Capt. Hendry Ginting.
Jadi saya rasa ke depan, perjuangan kita untuk penetapan Pulau Nusa Penida dan Gili Matra sebagai PSSA dapat berjalan dengan baik.
Capt. Ginting menambahkan, pembahasan PSSA Nusa Penida dan Gili Matra dibahas pada Technical Group (TG) on the Designation of PSSA and Special Area.
Ini memang dibentuk khusus untuk membahas isu terkait PSSA dan penetapan special area lainnya.
Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan Negara Anggota IMO, Intergovernmental Organization (IGO), dan Non-Governmental Organization (NGO).
Adapun TG tersebut dipimpin oleh Ms. Stephanie Janneh dari Togo, serta Mr. Andrew Birchenough dari IMO sebagai Sekretaris.
Dikatakan, pada TG tersebut, delegasi Indonesia diwakili oleh Tim dari Direktorat Kenavigasian, Bagian Hukum dan KSLN, Atase Perhubungan London.
Juga perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yang menyampaikan pemaparan terkait proposal Indonesia yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan intensif.
Ginting menerangkan, Pimpinan Rapat Technical Group menyampaikan bahwa pada dasarnya Technical Group secara prinsip telah menyetujui pembentukan PSSA di Pulau Nusa Penida dan Kepulauan Gili Matra.
Namun, hal ini akan dibahas lebih lanjut pada hari terakhir pertemuan MEPC ke-82 untuk membahas dan menetapkan draft MEPC Resolution, yang akan menjadi dasar pemberlakuan PSSA di kedua Marine Protected Areas (MPAs) tersebut.
“Draft MEPC Resolution ini rencananya akan ditetapkan secara resmi pada Penutupan Sidang MEPC-82 hari Jumat mendatang,” terangnya.
Mayoritas perwakilan Negara Anggota IMO, jelas Ginting, juga memberikan pernyataan terkait dukungan mereka terhadap proposal PSSA Indonesia.
Negara-negara tersebut antara lain Brazil, Australia, Republic of Korea, Singapura, Meksiko, Finlandia, China, Filipina, Panama, Thailand, Vietnam, Saudi Arabia, Italia, Mauritius, Jerman, Monaco, Oman, Afrika Selatan, Turki, Qatar, serta IGO Intertanko, dan beberapa negara anggota lainnya.
Ia menerangkan, penetapan wilayah Pulau Nusa Penida dan Kepulauan Gili Matra di Selat Lombok sebagai PSSA merupakan tindak lanjut dari penetapan TSS Selat Lombok pada tahun 2019.
Pada proposal Indonesia, Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Lombok yang telah ditetapkan oleh IMO pada tahun 2019 dan diimplementasikan pada tahun 2020.
Ini diajukan sebagai Associated Protective Measures (APMs), yang merupakan salah satu mekanisme utama untuk melindungi suatu wilayah yang ditetapkan sebagai PSSA.
PSSA sendiri, merupakan salah satu inisiatif yang dikembangkan oleh IMO untuk meningkatkan perlindungan lingkungan maritim, terutama pada wilayah-wilayah yang memiliki kekayaan ekologi dan sosio-ekonomi yang rentan dari aktivitas pelayaran internasional.
Pentingnya Indonesia untuk menetapkan PSSA Selat Lombok dikarenakan letak geografis Selat Lombok yang sangat strategis.
Selat Lombok adalah salah satu jalur yang berada di Indonesian Throughflow (ITF) yang membawa massa air dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia selain melalui Selat Ombai dan Laut Timor.
Sehingga membuat perairan ini subur dan kaya akan nutrisi. Selat Lombok juga termasuk dalam kawasan segitiga karang dunia (Coral Triangle/CT).
Sehingga kaya akan keanekaragaman hayati laut yang perlu dilindungi.
Banyak spesies laut terkenal dan langka yang sangat rentan dan sensitif terhadap dampak dari aktivitas pelayaran.
“Dengan disetujuinya proposal Indonesia, maka kedua wilayah tersebut akan menjadi wilayah pertama di Indonesia yang ditetapkan sebagai PSSA dan dapat menjadi pilot project bagi penetapan kawasan-kawasan potensial lain di Indonesia sebagai PSSA,” tutur Ginting.
Mengingat perlindungan lingkungan maritim adalah salah satu komitmen Indonesia untuk menjaga kelestarian wilayahnya yang rentan dari dampak negatif pelayaran internasional.(*)