Samarinda – Menyadari kondisi Indonesia yang semakin kusut dengan persoalan bangsa yang kian rumit, Pimpinan Pusat Muhammadiyah akhirnya bersuara. Muhammadiyah sepertinya ingin mengingatkan para elit negara ini agar kembali menempatkan Pancasila di tempat yang sama ketika para pendiri bangsa, Ir Soekarno dan tokoh lainnya menyusun Pancasila dan memproklamasikan kemerdekaan bangsa ini.
Dalam Pidato Kebangsaan berjudul “Indonesia Jalan Tengah, Indonesia Milik Bersama” yang disiarkan langsung melalui saluran youtube, Senin (30/8/2021), Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan pemikiran Soekarno tentang Pancasila sangatlah moderat. Pancasila yang mengambil jalan tengah.
Kemerdekaan yang melahirkan Negara Republik Indonesia saat ini berdiri tegak di atas pondasi kokoh Pancasila. Pancasila yang moderat.
Dalam pidatonya, Haedar Nasir menjelaskan, Ir Soekarno memosisikan Pancasila sebagai “philosophische grondslag” atau “weltanschauung” yaitu sebagai “fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.”
Pancasila yang perumusannya mengalami proses dinamis sejak pidato Soekarno 1 Juni 1945, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan rumusan final 18 Agustus 1945 merupakan konsensus nasional dari seluruh golongan bangsa Indonesia yang berlatar belakang majemuk menjadi Bhinneka Tunggal Ika.
Menurut sejarawan Furnivall (2009) bangsa majemuk pada dasarnya non-komplementer laksana “air dan minyak”. Tetapi bangsa Indonesia yang majemuk itu dapat bersatu karena ada nilai yang mempersatukan yaitu Pancasila (Nasikun, 1984).
Haedar melanjutkan, konsensus seluruh komponen bangsa untuk menerima Pancasila sebagai dasar negara dihasilkan dari jiwa kenegarawanan para pendiri negara. Peran krusial Ki Bagus Hadikusumo bersama tokoh Islam lain dalam konsensus yang bersejarah itu sangatlah besar, dengan kesediaan melepas “tujuh kata” Piagam Jakarta dikonversi menjadi sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara, itulah “hadiah terbesar dari umat Islam”.
“Pancasila sebagai titik temu dari kemajemukan terjadi selain atas jiwa kenegarawanan para tokoh bangsa melalui proses musyawarah-mufakat, secara substansial di dalamnya terkandung ideologi tengahan atau moderat,” tegas Haedar.
Tak hanya itu, pemikiran Soekarno tentang Pancasila sangatlah moderat. Karenanya Pancasila maupun Negara Republik Indonesia jangan ditarik ke kanan dan ke kiri, tetapi letakkanlah di posisi tengah agar tetap menjadi rujukan bersama kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Pada posisi moderat itulah Pancasila tidak boleh ditafsirkan dan diimplementasikan dengan pandangan-pandangan radikal-ekstrem apapun, karena akan bertentangan dengan hakikat Pancasila itu sendiri,” tegas Haedar lagi.
Acara ini juga didukung oleh Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara dan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Haedar menyebut, apabila ingin menjalankan Pancasila yang moderat, maka strategi membangun dan mengembangkan pemikiran keindonesiaan semestinya menempuh jalan moderasi, bukan melalui pendekatan kontra-radikal atau deradikalisasi yang ekstrem.
“Menghadapi paham radikal ekstrem tidak semestinya dengan cara yang radikal-ekstrem, karena selain akan melahirkan radikal-ekstrem baru pada saat yang sama bertentangan dengan jiwa Pancasila,” terangnya.
Ia menjelaskan, Indonesia tidak semestinya beradu siapa yang kuat dan siapa yang menang.
“Indonesia wajib hukumnya untuk menjadi milik semua” tegasnya.
Ia mengimbau jiwa Bhinneka Tunggal Ika harus terus digelorakan, agar tercipta persatuan Indonesia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Ketika bertumbuh gagasan yang berkaitan dengan hajat hidup bangsa dan negara, maka berdirilah dalam posisi tengahan, tempuhlah musyawarah untuk mufakat,” imbaunya.
Dengan menggunakan hastag atau tagar dalam literasi media sosial, diharapkan sebanyak mungkin para elite dan warga bangsa dapat menjadikan kedua isu penting tersebut sebagai masalah bersama untuk dijadikan refleksi dan rujukan bersama. Yaitu, Indonesia jalan tengah, Indonesia milik bersama. Jadi bukan Indonesia bukan milik partai penguasa dan kelompoknya, atau Indonesia milik kelompok yang berseberangan dengan pemerintah.