MADINAH: Beredar di media sebuah Nota Diplomatik dari Duta Besar Arab Saudi di Jakarta, yang berisi catatan terkait penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 M.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama RI, Hilman Latief, menjelaskan bahwa nota tersebut merupakan dokumen tertutup yang ditujukan hanya kepada Menteri Agama, Dirjen PHU, dan Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri.
Nota bertanggal 16 Juni 2025 itu mencerminkan dinamika penyelenggaraan haji, yang sebagian besar permasalahannya telah diselesaikan.
“Beberapa isu memang menjadi catatan selama masa operasional, namun alhamdulillah sebagian besar sudah bisa kami atasi di lapangan. Penjelasan juga telah kami sampaikan langsung kepada otoritas Saudi,” ujar Hilman dalam keterangannya di Madinah.
Hilman mengucapkan terima kasih kepada Kerajaan Arab Saudi, khususnya Kementerian Haji dan Umrah, atas kerja sama yang erat dalam menyelesaikan berbagai persoalan teknis di lapangan bersama Misi Haji Indonesia.
Hilman merinci lima isu utama yang tercakup dalam nota diplomatik tersebut, berikut penanganannya oleh Indonesia:
Koherensi Data Jemaah
Permasalahan data ditemukan dalam sistem E-Haj, Siskohat Kemenag, dan manifest penerbangan, di mana terdapat perbedaan nama jemaah antar sistem. Hal ini terjadi karena adanya perubahan mendadak, seperti jemaah batal berangkat karena sakit atau wafat.
“Kami langsung lakukan rekonsiliasi data harian bersama Kementerian Haji dan Syarikah. Masalah ini sudah tuntas sejak awal Mei,” jelas Hilman.
Pergerakan Jemaah dari Madinah ke Makkah
Pada fase ini, konfigurasinya harus mengikuti Syarikah. Namun, ada kelompok kecil jemaah yang berasal dari Syarikah berbeda dalam satu penerbangan.
“Mereka sempat tinggal sementara di Madinah, lalu kami siapkan transportasi khusus seperti minibus. Ini yang dicatat sebagai ‘tidak sesuai prosedur’, namun sudah dikomunikasikan dan disepakati dengan pihak Saudi,” tegas Hilman.
Penempatan Hotel di Makkah
Mayoritas jemaah sudah ditempatkan sesuai Syarikah masing-masing. Namun, ada sebagian jemaah terutama pasangan suami istri, lansia, atau keluarga yang meminta pindah hotel agar bisa bergabung.
“Kami izinkan atas dasar kemanusiaan, dan tetap kami diskusikan setiap hari dengan Kementerian Haji serta penyedia layanan,” katanya.
Kesehatan Jemaah Lansia dan Risiko Tinggi
Saudi mencatat jumlah jemaah lansia dan risiko tinggi (risti) Indonesia tergolong tinggi, sehingga menimbulkan kekhawatiran soal kemungkinan peningkatan angka kematian.
“Kami imbau para pembimbing untuk tidak memaksakan ibadah sunah terlalu banyak kepada jemaah lansia dan risti. Ini menjadi peringatan penting bagi KBIHU dan keluarga jemaah,” ujar Hilman.
Seleksi Kesehatan Jemaah Pemerintah Saudi berharap proses seleksi kesehatan jemaah lebih ketat ke depan.
“Kalau ada jemaah dengan penyakit berat atau harus cuci darah, sebaiknya tidak diberangkatkan. Keluarga juga kami minta tidak memaksakan,” pesannya.
Hilman menegaskan bahwa seluruh masalah yang muncul adalah bagian dari dinamika operasional lapangan, dan sudah dikoordinasikan dengan baik bersama otoritas Arab Saudi. Misi Haji Indonesia, lanjutnya, bekerja setiap hari untuk konsolidasi data dan penanganan teknis secara responsif.
“Tugas kami adalah menyelesaikan semua persoalan di lapangan. Dengan koordinasi yang solid bersama Pemerintah Saudi, alhamdulillah semua berjalan lancar, termasuk saat puncak haji,” pungkas Hilman.