JAKARTA : Sektor keuangan yang kuat, jadi pondasi bagi pertumbuhan ekonomi. Karenanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen, menyelaraskan dan meningkatkan daya saing serta tata kelola keuangan sesuai yang telah ditetapkan pemerintah.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisioner OJK Mahendra Siregar, saat membuka Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2025, Selasa, 11 Februari 2025 di Jakarta Convention Center (JJC) Senayan.
Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025 yang mengusung tema Penguatan Sektor Jasa Keuangan yang Stabil dan Inklusif untuk Mendukung Prioritas Nasional.
Mahendra mengatakan, kegiatan yang digelar setiap tahun ini, merupakan wadah penyampaian perkembangan terkini, dan arah kebijakan OJK kepada industri jasa keuangan. Sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi kinerja OJK, kepada publik.
Bicara tentang perkembangan ekonomi diakui, Indonesia masih terpengaruh pada ketidakpastian ekonomi global. Artinya, ketidakpastian ekonomi yang dihadapi di 2025 tidaklah mudah.
Hal ini menurut Mahendra, membuat tekanan di sisi domestik, sehingga, pemulihan daya beli masyarakat masih tertahan, yang bisa berdampak pada kelompok menengah bawah.
Seperti pada isu struktural dikatakan, perlu lagi peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor formal, serta mempercepat pemulihan daya beli masyarakat. Khususnya, untuk kelompok menengah bawah yang pemulihannya masih tertahan.
Mahendra juga membeberkan, di tengah downside risk tersebut, diperlukan langkah transformatif, untuk mencapai target pertumbuhan yang diharapkan.
Selain itu, divergensi pemulihan ekonomi, di antara negara-negara industri, berpotensi mengakibatkan terjadinya perbedaan monetary path dari berbagai otoritas moneter global, yang akan mempengaruhi capital flow dan nilai aset keuangan.
Namun diperkirakan, kompleksitas pemulihan ekonomi akan meningkat. Seiring perkembangan geopolitik, dan geoekonomi yang dinamis.
Sejauh ini diakui, kebijakan perdagangan lebih ditentukan oleh aspek politik dibandingkan dengan ekonomi. Ini tentunya berpotensi, meningkatkan fragmentasi perdagangan global dan menurunkan volume perdagangan itu sendiri.
Seraya menambahkan, begitu juga dengan mulai terjadinya divergensi kebijakan dan penerapan standar internasional di sektor keuangan antar negara.
“Hal tersebut berpotensi, menciptakan perbedaan daya saing sektor keuangan”, tambah Mehendra.
Meski begitu dikatakan, pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan meningkat secara terbatas.
Seiring dengan kebijakan normalisasi kebijakan suku bunga di Amerika Serikat, dan beberapa negara utama lainnya, sehingga diperkirakan, akan terus berlanjut namun dengan laju yang lebih lambat.
“Kompleksitas pemulihan ekonomi diperkirakan akan meningkat oleh perkembangan geopolitik dan geoekonomi yang dinamis,” tutur Mahendra.