MAKKAH: Pelaksanaan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M menghadapi sejumlah persoalan krusial, terutama terkait pelayanan jemaah Indonesia oleh perusahaan penyedia layanan (syarikah) di Arab Saudi.
Temuan tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Ketua I Komite III DPD RI, Prof Dailami Firdaus, usai melakukan pemantauan lapangan sebagai bagian dari fungsi pengawasan terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Kami mencatat beberapa persoalan lapangan yang langsung dirasakan oleh jemaah dan perlu ditindaklanjuti segera. Ini menyangkut prinsip pelayanan yang adil, layak, dan manusiawi,” ujar Prof Dailami.
Beberapa permasalahan utama yang ditemukan Komite III DPD RI antara lain:
1. Akomodasi Terpisah Antara Pasangan dan Pendamping Lansia
Jemaah suami-istri dan lansia dengan pendamping dilaporkan ditempatkan di hotel berbeda karena perbedaan penanganan antar syarikah.
Hal ini menciptakan ketidaknyamanan dan tekanan psikologis bagi jemaah yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus.
2. Distribusi Kartu Nusuk yang Terlambat dan Tidak Merata
Kartu Nusuk dokumen wajib untuk memasuki wilayah Mekkah dan Madinah tidak diberikan secara tepat waktu kepada seluruh jemaah.
Akibatnya, banyak yang tertahan dan gagal memasuki kota suci sesuai jadwal.
3. Ketidakhadiran Muthowif di Beberapa Kloter
Sejumlah syarikah tidak menyediakan muthowif atau pembimbing ibadah bagi jemaah.
Ini menimbulkan kebingungan, terutama bagi jemaah yang belum memahami tahapan ibadah haji secara menyeluruh.
Menanggapi pernyataan Kementerian Agama RI bahwa penunjukan delapan syarikah bertujuan menghindari monopoli layanan, Prof Dailami menekankan bahwa pemerataan harus disertai dengan standarisasi kualitas dan pengawasan ketat.
“Penunjukan banyak syarikah sah-sah saja, tapi jangan sampai mengorbankan kualitas. Harus ada transparansi kontrak, evaluasi berkala, dan sanksi bagi pelanggaran. Niatnya bagus, tapi pelaksanaannya masih bermasalah,” tegasnya.
Komite III DPD RI juga mendorong Kementerian Agama untuk melakukan audit menyeluruh pasca musim haji dan memperkuat sistem koordinasi dengan seluruh mitra penyelenggara di Arab Saudi.
“Negara wajib hadir secara penuh untuk melindungi jemaah. Kita tidak boleh membiarkan warga negara berjuang sendiri dalam ibadahnya. Ini amanat konstitusi dan kemanusiaan,” pungkas Prof Dailami.