SAMARINDA: Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menegaskan komitmennya dalam menjaga integritas penyaluran dua program unggulan, yakni Gratispol (program perjalanan religi) dan Jospol (insentif guru), melalui sistem verifikasi data yang ketat dan terintegrasi lintas lembaga.
Sekretaris Daerah Kaltim, Sri Wahyuni, menyampaikan bahwa penerima manfaat program tidak ditentukan melalui pendaftaran umum, melainkan berdasarkan data resmi dari instansi terkait yang telah divalidasi secara administratif.
“Kami bekerja sama dengan Kakanwil Kemenag Kaltim untuk memverifikasi para marbot dan penjaga rumah ibadah. Minimal mereka sudah dua tahun mengabdi dan memiliki KTP Kaltim. Datanya berasal dari Kemenag, bukan dari pendaftaran terbuka,” ujar Sri Wahyuni usai acara penyerahan simbolis Gratispol dan Jospol di Plenary Hall Gelora Kadrie Oening, Rabu 25 Juni 2025.
Menurutnya, proses seleksi penerima Gratispol dilakukan secara tertutup berdasarkan pengusulan pengurus tempat ibadah ke Kemenag, yang kemudian dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) resmi sebagai syarat keabsahan.
“Harus ada SK dari Kemenag. Artinya, orang itu benar-benar diakui sebagai marbot atau penjaga rumah ibadah, bukan sekadar disebut-sebut,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setprov Kaltim, Dasmiah, menjelaskan bahwa program Jospol menyasar guru non-PNS dari PAUD hingga SMP, termasuk guru di lembaga keagamaan seperti madrasah dan pesantren. Penyaluran insentif sebesar Rp500 ribu per bulan hanya diberikan kepada nama-nama guru yang telah tervalidasi oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota.
“Data dari kabupaten/kota harus sudah melalui validasi, kami tidak langsung ambil data dari lapangan. Disdik daerah yang bertanggung jawab mutlak atas keakuratan data tersebut,” terang Dasmiah.
Dana insentif disalurkan langsung ke rekening guru melalui Bankaltimtara. Penerima ditetapkan berdasarkan masa pengabdian dan keabsahan status kepegawaiannya, bukan berdasarkan permintaan atau pengajuan pribadi.
Program Gratispol juga memiliki skema penyaluran dana yang berbeda. Dana diberikan ke rekening pribadi para marbot atau penjaga rumah ibadah, tetapi penggunaannya tidak bersifat bebas karena tergolong sebagai hadiah untuk perjalanan religi, bukan bantuan langsung tunai.
“Kami awasi sampai proses keberangkatan. Dana itu tidak bisa digunakan untuk hal lain. Travel yang mendampingi dipilih dari proposal yang masuk dan kami verifikasi secara mandiri,” jelas Dasmiah.
Untuk tahun 2025, penyaluran Gratispol telah dimulai di wilayah Kutai Kartanegara, Kutai Barat, dan Samarinda, dan akan dilanjutkan ke daerah lain seperti Berau, yang biasanya dirangkaikan dengan kunjungan kerja Gubernur.
Pemprov menargetkan sebanyak 35.000 penerima Gratispol dalam lima tahun. Setiap individu hanya bisa menerima program ini satu kali, dan harus sudah mengabdi minimal dua tahun di rumah ibadah.
Sri Wahyuni menegaskan bahwa pendekatan berbasis data ini penting agar program tidak salah sasaran dan tidak terdistorsi oleh kepentingan tertentu. Ia menolak anggapan bahwa siapa cepat dia dapat.
“Program ini bukan siapa cepat siapa mendaftar duluan. Ini tentang siapa yang sah, terverifikasi, dan benar-benar mengabdi. Kita jaga integritasnya lewat data yang akurat,” tegasnya.
Dengan sistem seleksi yang mengutamakan validitas, transparansi, dan akuntabilitas, Pemprov Kaltim berharap Gratispol dan Jospol tidak hanya populer secara politik, tetapi juga berdaya guna nyata bagi masyarakat yang selama ini berjasa dalam dunia pendidikan dan keagamaan. (Adv/diskominfokaltim)
Editor: Emmi