JAKARTA : Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Deden Firman mengakui struktur industri perbankan syariah nasional masih belum seimbang.
“Untuk itu, dibutuhkan struktur yang lebih berkembang. Salah satunya, dengan menghadirkan bank-bank syariah yang lebih besar,” cetus Deden Firman.
Itu disampaikan dalam acara Forum Wartawan Daerah (Forwada) Discussion Series 2024: “Peluang dan Tantangan Konsolidasi Industri Perbankan Syariah”, di Tjikini Lima Cafe, Jum’at, (23/8/2024).
Menurut Deden, untuk memacu pertumbuhan perbankan syariah bisa ditempuh secara organik maupun unorganik.
Sehingga diharapkan nantinya perbankan syariah atau secara umum ekonomi syariah dapat berkembang ideal, lebih kuat dan efisien.
“Ending-nya dapat men-support ekosistem ekonomi syariah yang memiliki potensi masih sangat besar,” katanya.
Sebab, sambungnya, OJK merupakan salah satu anggota KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah) yang dituntut memiliki road map (peta jalan) keuangan syariah. Sebagai penopang, pengembangan ekonomi syariah untuk jangka pendek, menengah dan panjang.
Dikatakan, konsolidasi perbakan syariah melalui spin off unit usaha syariah dan merger adalah bagian dari roadmap tersebut.
Adapun roadmap, pengembangan dan penguatan perbankan syariah Indonesia 2024 – 2027 mencakup:
Penguatan Struktur dan Ketahanan Industri Perbankan; Akselerasi Digitalisasi Perbankan Syariah; Penguatan Karakteristik Perbankan Syariah; Peningkatan Kontribusi Ekonomi Syariah Terhadap Perkambembangan Naional; dan Penguatan Pengaturan Perijinan dan Pengawasan Perbankan Syariah.
“Mengacu pada enam pilar tersebut, ke depan kami berharap ada perbankan syariah yang mampu mencapai asset lebih dari Rp 100 triliun,” katanya.
Sehingga persaingan sehat antara bank syariah yang mendorong efisiensi akan tercipta. Dengan begitu, industri keuangan syariah nasional akan lebih kuat menghadapi persaingan global.
Direktur Infrastruktur Ekonomi Syariah KNEKS, Dr. Sutan Emir Hidayat, MBA dalam pemaparannya mengatakan potensi industri keuangan syariah pada tahun-tahun mendatang terbilang cukup besar.
“Mengingat sebanyak 10-13 persen dari total konsumsi produk halal dunia berada di Indonesia,” ungkap Emir.
Menurut Emir, hal itu dipicu tren ekonomi berbasis value yang kian berkembang pesat di hampir seluruh belahan dunia.
Dimana ekonomi syariah termasuk dalam kategori ekonomi berbasis value. Tidak heran, bila saat ini total konsumsi produk halal secara global sudah mencapai angka 2,9 triliun dolar Amerika.
“Lebih dahsyat lagi industri keuangan syariah, dimana saat ini total kapitalisasinya secara global mencapai lebih dari 3 triliun dollar Amerika,” ungkapnya.
Ditambahkan, jika dikonversi dengan kurs rupiah Rp 15.000 per dollar maka nilai kapitalisasinya mencapai sekitar Rp31.500 triliun.
Di dalam negeri sendiri, lanjut Emir, industri keuangan syariah mengalami pertumbuhan sigifikan, dimana market share industri keuangan syariah Indonesia tahun 2018 berada di posisi 11, pada 2023 lalu sudah menduduki posisi ketiga dunia.
Hal ini ditopang dengan aktivitas ekspor produk halal yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Tahun lalu, pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia meningkat sebesar 9,52 persen atau setara dengan Rp2.650 triliun,” imbuhnya.(*)