Samarinda – Penjualan bahan bakar minyak (BBM) menggunakan pom mini bukan lagi barang baru.
Namun melihat ketidakamanan dari pom mini yang dipasang berdampingan dengan permukiman warga tentu akan berdampak, seperti terjadinya ledakan atau kebakaran dan pasti warga sekitarnya terimbas.
Anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda Laila Fatihah mengatakan untuk menertibkan pom mini secara keseluruhan belum bisa dilakukan oleh pihaknya lantaran belum ada landasan hukumnya.
Dikatakan bahwa beberapa waktu lalu pihaknya telah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan pihak Pertamina, Dinas Perdagangan dan Bagian Hukum Pemkot Samarinda. Memang dari Dinas Perdagangan dan Satpol PP sendiri tidak bisa melakukan penindakan.
“Tidak ada izin yang bisa dijadikan acuan untuk dinas atau Satpol PP melakukan penindakan,” jelas Laila.
Menurutnya ketika ingin dilakukan penindakan, mesti ada dasarnya yang kalau secara teknis, dari dinas itu harus memiliki payung hukum kemudian apa yang menjadi dasar misalnya Perda atau Perwali.
“Yang jelas saat ini Satpol PP hanya bisa menindak jika bangunan pom mini diletakan di atas parit. Sebatas itu saja,” terangnya.
Sehingga, sambung Laila Fatihah, melihat hal ini membuat pihaknya menarik benang bahwa pom mini berada di bawah Pertamina. Walaupun Pertamina sendiri tidak mengakui.
Dikatakannya juga bila pihak Pertamina mengakui jika peredaran pom mini di tengah masyarakat merupakan barang ilegal.
“Memang dari pihak Pertamina sendiri mengatakan bahwa itu tidak diizinkan kecuali di tempat terpencil atau jauh yang boleh pom mini diberlakukan,” papar politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu kepada awak media melalui sambungan telepon, Senin (2/8/2021).
“Kalau yang marak ini kan jelas tidak memenuhi standar, tidak memenuhi syarat untuk diberlakukannya pom mini ini,” tambahnya.
Dituturkannya juga bila Dinas Perdagangan sudah meminta bahwa turunan surat Pertamina dan kementerian untuk melakukan tembusan kepada DPRD. Kalau Pertamina sudah memberikan tembusan, itulah yang nantinya akan menjadi dasar dinas terkait untuk melakukan penindakan.
“Kalau DPRD ini kan hanya menjembatani apa yang memang menjadi keluhan atau kebutuhan masyarakat,” bebernya.
Tetapi sampai saat ini dari Pertamina sendiri belum memberikan tembusan. Pertamina untuk sektor Kaltim hanya mengirimkan via whatsApp dan itu dianggap tidak resmi. Seharusnya ada kop nya sendiri dasarnya misal dari kementerian mereka kemudian turunannya dari Pertamina dengan tembusan ke DPRD atau dinas terkait lainnya.
“Karena itulah yang akan menjadi dasar untuk dikeluarkannya Perwali,” tegasnya.
Ia mengatakan akan kembali follow up. Apakah pihak Pertamina sudah memberikan surat tembusan atau belum.
Karena ini sifatnya kondisional. Artinya jika ada turunan dari mereka itu bisa masuk dan ditembuskan ke pemerintah kota dan ke DPRD itu Perwali sudah bisa dikeluarkan dan bisa dilakukan penindakan. Itu saja kuncinya
“Makanya saya dan Dinas Perdagangan juga getol melihat ini. Karena melihat seperti ada pembiaran dan tidak menutup kemungkinan pihak masyarakat pasti berfikir, kok Pemkot seperti tidak respon yah padahal kan teknisnya di lapangan ada hal yang memang Pemkot tidak bisa melakukan penindakan,” imbuhnya.
Laila Fatihah pun mendorong agar pihak Pertamina segera menindaklanjuti permintaan surat tembusan yang sebelumnya diminta.