JAKARTA : Di tengah divergensi (trend harga melemah) pertumbuhan ekonomi dunia, Stabilitas Sistem Keuangan (SKK) Indonesia pada triwulan IV-2024 tetap terjaga.
Meski, pertumbuhan ekonomi dunia serta ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.
Demikian hasil rapat berkala Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Hasil kesepakatan rapat berkala KSSK I tahun 2025 pada Selasa 21 Januari 2025, disampaikan pada konferensi pers, Jumat, 24 Januari 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, memasuki awal triwulan I-2025, perkembangan perekonomian dan pasar keuangan terus dipantau dan diantisipasi.
Hal ini seiring berlanjutnya downside risk dan dinamika eksternal.
Untuk itu pemerintah akan terus memperkuat kewaspadaan serta meningkatkan koordinasi dan sinergi antarlembaga.
Tujuannya dalam upaya memitigasi potensi dampak rambatan faktor-faktor risiko global terhadap perekonomian dan sektor keuangan dalam negeri.
Ini sangat penting mengingat, kata Sri Mulyani, divergensi pertumbuhan ekonomi dunia melebar disertai ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.
Dijelaskan, pada triwulan IV-2024, perekonomian Amerika Serikat (AS) diprakirakan tumbuh lebih kuat. Sedang ekonomi Eropa dan Jepang masih lemah.
Sementara itu, berdasarkan rilis terbaru di bulan Januari 2025, pertumbuhan ekonomi Tiongkok terakselerasi menjadi sebesar 5,4 persen yoy pada triwulan IV-2024, didorong oleh stimulus ekonomi.
Sementara arah kebijakan Pemerintah dan bank sentral AS berpengaruh pada ketidakpastian pasar keuangan global.
Kuatnya ekonomi AS dengan pasar tenaga kerja yang membaik serta dampak kebijakan tarif, menahan proses disinflasi di AS.
“Ini meningkatkan ketidakpastian terhadap ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR),” ujarnya.
Kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi. Baik pada tenor jangka pendek maupun panjang.
Bersamaan dengan ketegangan politik global yang meningkat, preferensi investor makin besar terhadap aset keuangan AS.
Indeks mata uang dolar AS (DXY) masih berada dalam tren meningkat, dimana semakin menambah tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia.
Untuk 2025, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 stagnan sebesar 3,3 persen yoy.
Di sisi lain, kebijakan Presiden Trump yang diumumkan pasca pelantikan dipandang lebih moderat, dibandingkan yang diprakirakan sebelumnya oleh pasar.
“Perkembangan ini akan terus dipantau ke depan,” jelas Sri Mulyani.(*)