JAKARTA: Dalam rangka mewujudkan hilirisasi berbagai produk unggulan lokal, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi (Disperindagkop) dan UKM Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menjajaki kemungkinan membangun sejumlah Rumah Produksi Bersama (RPB).
Untuk itu, Kepala Disperindagkop dan UKM Provinsi Kaltim Heni Purwaningsih memimpin langsung upaya pengumpulan berbagai informasi terkait RPB atau factory sharing ke Kementerian Koperasi dan UKM serta para mitra terkait lainnya di Jakarta.
“Kami ingin mengumpulkan banyak informasi terkait rencana RPB ini. Kami ingin memaksimalkan berbagai potensi menjadi produk bernilai tambah dan menguntungkan masyarakat Kaltim,” kata Heni saat berkunjung ke Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta, Rabu (18/10/2023).
Heni menyebut salah satu produk potensial yang menjadi bagian dari rencana pengembangan RPB ini adalah CPO atau crude palm oil dimana Kaltim selama ini menjadi penghasil CPO terbesar secara nasional.
Namun sayangnya, lanjut Heni, CPO yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit di Kaltim hanya diperdagangkan dalam bentuk bahan mentah.
Contoh lainnya ialah hasil perikanan, namun lagi-lagi ikan yang berasal dari budidaya dan tangkap lebih banyak diekspor dalam bentuk mentah.
“Padahal ikan-ikan itu bisa diolah menjadi tepung ikan misalnya,” sebutnya.
Sementara potensi lainnya antara lain rumput laut, ikan asin dan udang, pisang kepok dan karet.
Sebagai informasi, Kementerian Koperasi dan UKM sendiri sudah membangun sejumlah RPB di Indonesia dan menjadi major project, diantaranya berlokasi di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) berupa biofarmaka, pengembangan sapi di NTT dan kelapa di Minahasa Selatan.
Tahun ini, terdapat sejumlah RPB yang sedang dikembangkan yang berlokasi di Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Bali, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan NTT.
“Karena itu kami perlu melakukan konsultasi ke sini,” tuturnya.
Analis Kebijakan Muda Rantai Pasok Winda mengaku sangat mendukung rencana hilirisasi lewat RPB yang akan dilakukan Kaltim ini.
“Apalagi nanti kita juga akan pindah ke IKN. Kita sangat mendukung, rencana ini bagus sekali,” ungkapnya.
Ia mengatakan masih banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk dapat membangun RPB ini, seperti studi kelayakan, detail engenering desain (DED) dan komitmen banyak pihak.
Winda pun menerangkan, selain studi kelayakan, lahan rencana RPB nantinya harus clean and clear.
Misal, jika kabupaten yang memiliki lahan, maka usulan ke pusat juga harus dilakukan oleh kabupaten.
Lahan yang diusulkan juga harus dilengkapi dengan dokumen (sertifikat lahan) serta beberapa persyaratan lain.
“Harus juga ada sharing APBD. Misalnya, untuk pengurukan lahan, jalan akses, telekomunikasi dan lain-lain,” terangnya.
Jafung Ahli Madya Kemenkop dan UKM Hidayat Putra Utama menambahkan, untuk pengelolaan RPB disarankan dilakukan oleh koperasi untuk memberdayakan koperasi setempat.
Hal itu, sebab bukan hanya membangun pabrik dan sarana pendukung hilirisasi lainnya.
Menurutnya, hal penting yang seharusnya dikawal sejak awal adalah terkait ekosistem bisnis RPB nantinya.
“Jadi bukan hanya membangun fisiknya, tapi proses ekosistem bisnisnya pun harus dihitung sejak awal. Bukan hanya mendirikan fisik RPB, tapi proses bisnisnya setelah bangunan dan setelah peralatan mesin dipasang,” tambahnya.
Perencanaan kegiatan ini akan diawali pada 2024 untuk melakukan kajian awal dengan melibatkan akademisi Universitas Mulawarman dan TGUP3 Kaltim.
Tahun 2025-2026 proses pembangunan RPB dan setelah beroperasi sekitar setahun, selanjutnya operasional akan dipercayakan kepada koperasi.
Selain studi kelayakan, juga diperlukan komitmen dari para pelaku usaha yang akan memanfaatkan dan menentukan pasarnya ke depan.
Kehadiran RPB diharapkan bukan hanya memberi nilai tambah produk-produk unggulan Kaltim, namun juga memutus mata rantai produksi dan memecahkan kesulitan UMKM selama ini, khususnya terkait konsistensi pemenuhan kebutuhan bahan mentah. (*)