SAMARINDA: Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Jumat (23/08/2024).
Aksi ini menyoroti kekhawatiran mereka terhadap proses demokrasi yang dianggap semakin tidak transparan, terutama terkait revisi Undang-Undang Pilkada dan isu politik dinasti yang mulai merebak.
Aksi ini yang dimulai sejak pukul 14.00 WITA ini diwarnai oleh semangat mahasiswa yang membawa berbagai poster dan spanduk.
Salah satu yang paling mencolok adalah poster bertuliskan “Kawal Putusan MK”, sebagai bentuk dukungan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang dianggap sebagai benteng terakhir keadilan dalam proses demokrasi.
Jenderal Lapangan Aliansi Mahasiswa Kaltim Muhammad Abizar Havid, dalam orasinya menegaskan bahwa aksi mereka bertujuan untuk menjaga transparansi dan keadilan dalam Pilkada 2024.
Menurutnya, mahasiswa memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu.
“Kami hadir di sini untuk memastikan bahwa demokrasi tetap berada di jalur yang benar, tanpa adanya intervensi dari politik dinasti atau kekuatan lain yang bisa merusak integritas pemilihan,” tegas Abizar di hadapan ribuan massa aksi.
Mahasiswa dengan tegas menolak revisi UU Pilkada yang mereka anggap sebagai ancaman serius terhadap demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah. Revisi ini dinilai membuka jalan bagi politik dinasti yang dianggap dapat merusak prinsip-prinsip demokrasi.
Selain itu, mahasiswa juga menyoroti potensi pencalonan Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, dalam Pilkada 2024.
Meski pencalonannya terancam oleh putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang membatasi usia calon kepala daerah, mahasiswa tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya manuver politik yang dapat mengubah putusan tersebut.
“Kami akan terus memantau dan mengawal proses ini, agar Pilkada 2024 berjalan dengan transparan dan adil, tanpa adanya intervensi dari kekuatan politik yang mencoba memanfaatkan situasi,” lanjut Abizar.
Selain revisi UU Pilkada, para demonstran juga menuntut pengesahan RUU Perampasan Aset dan RUU Masyarakat Adat, yang menurut mereka telah lama menjadi tuntutan masyarakat namun belum direalisasikan oleh pemerintah.
Aksi yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi ricuh saat para demonstran membakar ban di beberapa titik depan gerbang DPRD Kaltim.
Massa aksi terlihat berusaha membuka gerbang kantor DPRD Kaltim dan berhasil membobol pagar samping, mencoret tembok gerbang dengan tulisan kritik tajam kepada DPRD. Beberapa peserta aksi juga melempar botol minuman ke dalam area kantor DPRD.
Situasi semakin memanas hingga Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun, turun langsung menyapa para peserta aksi.
“Kami selalu siap mendengar dan menampung aspirasi masyarakat, namun saya harap semua dilakukan dengan cara yang tertib dan tidak merusak fasilitas publik,” ujar Samsun kepada massa aksi.
Namun, hingga batas akhir waktu aksi, para demontrans akhirnya dibubarkan oleh pihak kepolisian.
Aksi demonstrasi ini menunjukan ketidakpuasan mahasiswa terhadap proses demokrasi yang dinilai semakin menjauh dari prinsip-prinsip keadilan dan transparansi.
Mahasiswa berjanji akan terus mengawal dan memperjuangkan demokrasi di Indonesia agar tetap berjalan sesuai dengan cita-cita reformasi.(*)