JAKARTA: Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud menilai hingga saat ini penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan masih tidak sinkron dengan prioritas pembangunan daerah.
Ia mencontohkan, tambang batu bara misalnya yang sudah dimulai sejak tahun 1983 atau lebih 40 tahun lampau.
Rudy menilai, CSR yang kerap disalurkan perusahaan kepada masyarakat, umumnya hanya bersifat simbolik tanpa ada keberlanjutan.
“CSR kita masih cenderung bersifat simbolik dan tidak berkelanjutan,” kritiknya.
Hal itu ia sampaikan ketika memimpin Executive Meeting: Kolaborasi dan Akselerasi Sektor Pertambangan dan Migas dalam Mendukung Kaltim Sukses Menuju Generasi Emas di Golden Ballroom 2 The Sultan, Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.
Sebagaimana diketahui, hal ini diatur dalam UU 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74, UU 25 Tahun 2007 Pasal 15b tentang Penanaman Modal, PP Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas serta UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 108 dan 112.
Dalam UU tersebut, semua perusahaan pertambangan harus memiliki tanggung jawab terhadap dampak sosial, ekonomi dan lingkungan sebagai akibat dari aktivitas usaha mereka.
Harum, sapaan akrabnya menegaskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim segera membuat peta jalan (roadmap) program CSR yang akan menjelaskan lokasi program, jenis, besaran nilai dan waktu pelaksanaan CSR.
Dalam pelaksanannya, Politisi Partai Golongan Karya (Golkar) itu menginginkan adanya transparansi dan pengawasan.
“Nanti akan ada audit melibatkan Inspektorat, DLH, LSM dan masyarakat sipil,” tegasnya.
Baginya, CSR lebih dari sekadar kewajiban hukum, melainkan wujud komitmen moral dan investasi sosial jangka panjang.
Untuk itu, Pemprov Kaltim berkomitmen menjadikan CSR sebagai instrumen transformasi wilayah tambang pusat pertumbuhan yang adil, lestari dan sejahtera.
“CSR harus bermanfaat untuk rakyat dalam jangka panjang,” pesannya.
Gubernur Rudy Mas’id menyebut, perusahaan pertambangan merupakan mitra strategis pembangunan nasional dan daerah.
Oleh karenanya, Pemprov Kaltim mendorong transformasi ekonomi ekstraktif menuju ekonomi berkelanjutan dan kehadiran industri pertambangan ini harus memperkuat pendapatan daerah.
Ia menginginkan, kehadiran perusahaan dengan CSR-nya harus memberdayakan masyarakat dan pengusaha lokal serta menjaga warisan ekologis bumi Benua Etam.
Dirinya juga menyarankan penyaluran CSR bisa bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sebagai lembaga resmi negara nonstruktural berupa perbaikan rumah tidak layak huni, beasiswa, seragam sekolah, operasi bibir sumbing, khitanan masal, perbaikan sanitasi, bantuan penguatan usaha ekonomi dan lain-lain.
“Jangan sampai CSR justru diberikan untuk masyarakat luar Kaltim. Pasti ribut,” pungkasnya. (Adv/diskominfokaltim)
Editor: Emmi