
SAMARINDA: Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Sapto Setyo Pramono, mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim untuk segera menyusun cetak biru (blueprint) mitigasi bencana yang menyeluruh, terstruktur, dan menjadi acuan permanen lintas pemerintahan.
“Selama ini belum ada blueprint yang jelas soal penanganan bencana. Harus ada dokumen komprehensif yang menjelaskan penyebab, akar masalah, hingga solusi jangka pendek dan jangka panjang,” tegas Sapto saat ditemui di ruang kerjanya, Senin, 2 Juni 2025.
Sapto menyoroti bahwa sejumlah kebijakan pembangunan dan kegiatan ekonomi di Kaltim kerap mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Ia menyebut bahwa alih fungsi lahan tanpa perencanaan matang justru memicu bencana seperti banjir dan longsor.
Sapto menekankan bahwa mitigasi tidak boleh lagi bersifat sektoral dan reaktif, melainkan harus menjadi agenda bersama antar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, serta melibatkan pemangku kepentingan lintas sektor.
“Saya mendorong Pemerintah Provinsi Kaltim untuk meluangkan waktu, mengagendakan khusus dalam rangka memitigasi bencana agar menjadi bagian dari penanganan khusus, sehingga pemerintah pusat pun dapat mengambil bagian,” tegas politisi Partai Golkar tersebut.
Ia mendorong agar kesepakatan lintas daerah dan lintas sektor tersebut dibakukan dalam bentuk dokumen kebijakan sahih, yang dapat menjadi pegangan setiap kepala daerah tanpa tergantung pada siapa yang sedang menjabat.
“Dan itu dijadikan blue print, menjadi bagian dari tugas kewenangan. Siapapun kepala daerahnya, itu jadi kesepakatan rutin untuk menyelesaikan persoalan bencana,” katanya.
Sapto juga mengkritisi pendekatan pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Ia menilai bahwa sejumlah bencana yang terjadi bukan semata akibat faktor alam, tetapi juga ulah kebijakan yang mengabaikan keseimbangan ekologis.
“Salah satu sebab dari bencana adalah ulah kebijakan ataupun kepentingan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sapto menekankan pentingnya pelaksanaan amanat konstitusi dalam pengelolaan sumber daya alam. Ia mengingatkan bahwa Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas mengatur pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan alam harus untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Kita ingatkan, kita wajib menjaga alam ini. Alam itu dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat Kalimantan Timur,” tegasnya.
Sapto kembali menekankan bahwa penanganan bencana harus menjadi gerakan kolektif yang melibatkan semua pihak, bukan ajang saling menyalahkan.
“Konsepnya adalah duduk bersama, tidak boleh menyalahkan siapa-siapa. Bikin blue print untuk penyelesaian bencana di Kalimantan Timur,” tutupnya.