Samarinda – Konflik SMAN 10 Samarinda dengan Yayasan Melati masih jauh dari kata selesai. Sengketa lahan dan bangunan Kampus A ini justeru terlihat makin rumit.
Usai menghadiri rapat lanjutan bersama Komisi II DPRD Kaltim dan Disdikbud Kaltim, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim Rusman Ya’qub mengaku sepakat bahwa tanah tempat Gedung Yayasan Melati berdiri adalah milik Pemprov Kaltim.
“Soal aset, semuanya kita sepakat clear bahwa itu milik Pemprov Kaltim, khususnya tanah yang dikuatkan dengan putusan MA,” jelas Rusman di Sekretariat DPRD Provinsi Kaltim kepada awak media, Selasa (29/6/2021).
Karena itu Rusman meminta kepada pemprov untuk mengamankan sekaligus mengeksekusi aset tanah tersebut.
“Soal gedung, memang sampai hari ini debatable,” ungkapnya.
Lanjut Rusman, tidak ada dokumen yang bisa dijadikan sebagai alas hak atau bukti yang menunjukkan kalau itu memang milik pemprov. Tetapi juga tidak boleh ada pihak yang mengklaim itu miliknya. Karena sampai saat ini belum ada catatan.
“Dokumen yang ada di pemprov tidak ada data yang menunjukkan bangunan itu, pemerintah yang bangun. Kan dulunya SMA kewenangannya kabupaten/kota,” tambah Rusman.
Namun sampai hari ini pemkot belum ada menyerahkan dokumen terkait bangunan SMAN 10 itu ke pemprov. Rusman pun akui lemahnya pemkot dan pemprov dalam pencatatan dokumen-dokumen administrasi aset. Oleh sebab itu, ia menyatakan pihaknya akan segera melakukan kajian teknis. Dan untuk tindakan ke depan kemungkinan akan dilakukan mediasi kembali.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kaltim, Veridiana Huraq Wang mengatakan Pemprov Kaltim perlu tim khusus untuk mengkaji MoU tentang aset.
“Karena rata-rata aset bermasalah dengan pihak ketiga. Apakah peruntukannya, penggunanya, termasuk masalah aset di SMA 10,” katanya.
Kalau bicara hukum sudah jelas lahan SMA 10 milik Pemprov Kaltim. Namun ia membeberkan bahwa hubungan Pemprov Kaltim dengan SMA 10 cukup unik lantaran pada waktu lalu, Gubernur menginginkan Kaltim ini memiliki SMA unggulan.
Ketika itu SMAN 10 itu didukung oleh para pejabat mulai dari gubernur, sekretaris daerah, hingga ketua DPRD.
Menurutnya sebenarnya tidak rumit kalau dikembalikan ke legalitas dalam ranah hukum.
“Karena berdasarkan legalitas merupakan milik Pemprov Kaltim. Pembangunan didukung APBD Kaltim dan APBN,” tutur Veridiana.
Menurutnya, yang menjadi sulit adalah jalur komunikasi. Diperlukan komunikasi dan payung hukum.
“Status lahan milik Yayasan Melati diklaim milik Yayasan Melati. Itu hanya istilah numpang perahu. Uangnya dari APBD Provinsi dan APBN juga. Ini perlu ditelaah lagi soal pemberian hibah hingga soal pengelolaan dana hibah,” tutup Veridiana Huraq Wang.