Samarinda – Solidaritas Rakyat Kaltim memperingati Hari Anti Tambang (Hatam) dengan menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Kaltim, Senin (30/5/022).
Kupasan kritis atas pil pahit pertambangan di Benua Etam disuarakan Solidaritas Rakyat Kaltim.
Pemerintah dinilai cenderung melakukan pendekatan ekonomi secara ekstraktif. Tidak ada penegakan hukum, peraturan yang dilanggar, penelantaran kasus-kasus yang dilaporkan, pembiaran aktivitas tambang ilegal, serta peralihan tanggung jawab dari daerah ke pusat yang tercantum dalam UU Minerba membuat oligarki semakin berkuasa.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang mengatakan, hari ini, Solidaritas Rakyat Kaltim membawa replika patung yang menyerupai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Dituturkan Rupang, selama ini Luhut sudah diberikan akses politik secara luas oleh pemerintah pusat. Di sisi lain, Luhut juga adalah pengusaha di industri ekstraktif.
“Dia tidak bisa memisahkan dirinya sebagai pejabat publik dan pengusaha. Di sini lah bagaimana kebijakan kita penuh dengan konflik kepentingan. Tak mengherankan, posisi Luhut di Kaltim justru mendapat keistimewaan. Ada 4 perusahaan tambang dan perkebunan sawitnya,” beber Rupang.
Menurut Rupang, hadirnya perusahaan itu sungguh ironis karena telah mengakibatkan konflik bagi petani dan nelayan di daerah. Bahkan, pemerintah pusat tak berani melakukan penindakan terkait itu.
“Jangankan mencopot, memberikan sanksi pun tidak,” ungkapnya.
Bukan hanya itu, Pemprov Kaltim disebut tidak memiliki terobosan berantas terkait ekonomi pasca tambang. Pemerintahan Isran Noor-Hadi Mulyadi seperti auto-pilot. Seharusnya ada terobosan yang dikeluarkan.
Mengambil contoh, pemerintah menunjukkan inisiatifnya untuk memproteksi ruang hidup rakyat Kaltim pasca kebijakan UU Minerba. Atau, bagaimana sikap Pemprov ketika ruang terbuka hijau (RTH) tidak lagi mencapai 30 persen.
“Kaltim paling terburuk. Sebab sudah lebih dari 2,4 juta hektar hutan di Kaltim berganti menjadi kawasan terbuka. Belum lagi, 5,2 juta hektare diberikan kepada pertambangan. Yang hasilnya, terbuka 1,3 juta hektar luas bukaan tambang,” sebut Rupang.
Rupang juga mempertanyakan kapasitas Isran Noor sebagai Gubernur Kaltim. Seharusnya, ada sikap tegas atau memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah pusat. Termasuk meminta anggota DPR RI untuk menyatakan sikap.
“Gubernur sekalipun juga dikendalikan oleh pemerintah. Sampai saat ini, Pemprov Kaltim belum ada gerakan signifikan untuk membasmi tambang ilegal,” kupas Rupang.
Rupang menyebut, ada 4 poin yang pihaknya minta. Pertama, buka 5 kontrak perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Kedua, buka hasil evaluasi terhadap perusahaan yang kontraknya berakhir dan apa alasan perpanjangannya.
“Pemerintah berdalih bahwa sudah mengajak para pihak seperti tokoh hingga akademisi dalam proses evaluasi itu. Kami minta nama-nama saat evaluasi itu. Dibuka hasil notulensinya,” ujar Rupang.
Sebelum ke Kantor Gubernur Kaltim, Solidaritas Rakyat Kaltim telah menyambangi Kantor Pos di Jalan Gadjah Mada. Di sana, Solidaritas Rakyat Kaltim mengirim surat ke Presiden RI Joko Widodo di Jakarta.
Surat itu berkaitan dengan hasil putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang memenangkan gugatan permohonan informasi Jatam Kaltim terhadap Menteri ESDM. Permohonan tersebut berupa permintaan membuka data kontrak 5 perusahaan pemegang PKP2B di Kaltim.