
KUKAR : Riuh tawa dan lantunan merdu para peserta kompetisi tarik suara menggema di Balai Pertemuan Umum (BPU) Desa Mulawarman, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kamis, 24 April 2025.
Kompetisi tarik suara yang digelar merupakan bagian dari penghormatan atas jejak perjuangan seorang tokoh perempuan yang namanya tak lekang oleh waktu. Dia adalah Raden Ajeng Kartini.
Tepat di peringatan Hari Kartini ke-146, Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kecamatan Tenggarong Seberang bersama Pemerintah Desa Mulawarman menyulut semangat emansipasi lewat sebuah perayaan yang sarat makna.
Mereka menggelar lomba menyanyi yang setiap pesertanya wajib tampil dalam balutan kebaya tradisional, busana yang selama ini menjadi simbol anggun perjuangan dan budaya perempuan Nusantara.
Kepala Desa Mulawarman Mulyono berdiri di podium dengan pandangan menyapu ruangan. Dalam sambutannya, ia tak bisa menyembunyikan rasa bangga atas partisipasi warganya yang begitu antusias dalam merayakan semangat Kartini.
“Melalui kegiatan ini, kami harap masyarakat, khususnya generasi muda semakin mencintai budaya sendiri dan menghargai perjuangan para pahlawan perempuan,” ujarnya sembari menekankan pentingnya membangkitkan semangat nasionalisme dalam balutan budaya lokal.
Mulyono juga menegaskan bahwa Hari Kartini sepatutnya tak hanya diperingati sebagai peristiwa historis. Namun, sebagai pengingat kolektif akan pentingnya kesetaraan gender dan pelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Baginya, mengenakan kebaya sambil menyanyi bukan hanya perayaan simbolik. Aksi itu merupakan ekspresi artistik yang memadukan semangat, identitas, dan kebanggaan.
“Nilai-nilai perjuangan Kartini dapat terus ditanamkan, terutama di kalangan perempuan khususnya di desa-desa di wilayah Kecamatan Tenggarong Seberang,” ungkapnya sembari berharap agar warisan Kartini terus hidup dalam denyut kehidupan desa.
Kegiatan yang berlangsung sederhana namun khidmat ini menjadi semacam panggung apresiasi. Para peserta yang mayoritas ibu-ibu dan remaja putri desa, tak hanya bersaing unjuk vokal.
Mereka juga menyampaikan pesan bahwa budaya dan sejarah bukan sekadar warisan untuk dikenang, melainkan cahaya yang membimbing generasi kini. (Adv)