JAKARTA : Batas pelaksanaan kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS) tinggal satu hari, yakni, 9 April 2025.
Dalam tenggat waktu yang singkat ini, Indonesia telah melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga. Pemerintah juga berdialog dengan asosiasi pelaku usaha untuk merespons kebijakan tersebut.
Menurut Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto, upaya tersebut dilakukan untuk menjaga daya saing produk Indonesia di pasar global dan melindungi kepentingan nasional setelah kebijakan tarif resiprokal diterapkan.
Pemerintah akan terus memonitor secara berkala dan cepat dan juga dengan seluruh pengusaha. Airlangga menegaskan bahwa Indonesia tetap bisa bangkit dan tidak semuanya gelap.
“Perekonomian dunia itu 83 persen non-Amerika. Jadi, kita mesti speed up perekonomian dengan yang 83 persen,” ungkap Airlangga, Selasa, 8 April 2025.
Adapun Forum Sosialisasi dan Masukan Asosiasi Pelaku Usaha terkait kebijakan tarif resiprokal AS digelar secara hybrid di Kementerian Menko Bidang Perekonomian, Senin, 7 April 2025.
Forum sosialisasi tersebut digelar untuk menghimpun masukan dari para pelaku usaha dan sejalan dengan upaya Indonesia dalam proses negosiasi.
Diakui, kebijakan tarif resiprokal AS akan cukup berpengaruh terhadap sejumlah produk ekspor Indonesia, salah satunya adalah komoditas padat karya.
Dikatakan, pemerintah telah memberikan faslitas bagi perusahaan padat karya. “Bapak presiden sudah menanyakan realisasinya seperti apa. Dan yang kedua, terhadap pekerja yang gajinya di bawah 10 juta, PPh ditanggung pemerintah,“ ujar Menko Airlangga.
“Jadi, kita tidak ingin ini dijadikan momentum untuk PHK. Jadi, jangan ada PHK,” tegasnya.
Untuk itu, ia melanjutkan, sejumlah langkah strategis telah ditempuh pemerintah. Mulai dari menghitung dampak pengenaan tarif baru Amerika Serikat terhadap ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Kemudian, menjaga stabilitas yield Surat Berharga Negara (SBN) di tengah gejolak pasar keuangan global pasca pengumuman tarif resiprokal AS.
Selain itu, melakukan upaya bersama Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Juga memastikan likuiditas valas tetap terjaga agar tetap mendukung kebutuhan pelaku dunia usaha serta memelihara stabilitas ekonomi.
Menko Airlangga juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto juga telah menginstruksikan melakukan perbaikan struktural.
Serta kebijakan deregulasi, yaitu penyederhaan regulasi dan penghapusan regulasi yang menghambat, khususnya terkait dengan Non-Tariff Measures (NTMs).
Hal tersebut juga sejalan dalam upaya meningkatkan daya saing, menjaga kepercayaan pelaku pasar dan menarik investasi untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah juga telah berkoordinasi secara intensif dengan Amerika Serikat melalui tim lintas kementerian dan lembaga. Kemudian, melakukan pertemuan United States Trade Representative (USTR), dan U.S. Chamber of Commerce.
Dalam upaya itu, Menko Airlangga juga bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia untuk menjaga kepentingan ekonomi dan memperkuat kerja sama ASEAN yang memilih upaya diplomasi dan negosiasi dibanding mengambil langkah retaliasi.
Pemerintah juga merevitalisasi Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) dengan menambahkan isu sektor keuangan.