JENEWA: Tenun Doyo Benuaq Tanjung Isuy Jempang Kutai Barat (Kubar) memukau pengunjung pada Sidang Majelis Umum ke-65 Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) di Jenewa yang berlangsung dari 9 hingga 17 Juli 2024.
Produk indikasi geografis yang terdaftar sejak 13 Agustus 2019 ini menarik perhatian dunia internasional dengan keunikannya.
Kain tenun ini berasal dari Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan dikenal karena keistimewaannya.
Menggunakan benang dari serat daun doyo, tenun ini menghasilkan motif yang kasar namun indah. Teknik penenunan yang cermat membuatnya tidak mudah kusut saat dilipat, menjaga keindahan kain tetap terjaga.
“Kami bangga dapat memperkenalkan warisan budaya ini ke dunia internasional melalui pameran ini.” ucap Santi Medina Kepala Bidang Hukum Kemenkumham Kaltim, Rabu (17/7/2024).
Tenun Doyo Benuaq Tanjung Isuy Jempang Kutai Barat merupakan salah satu indikasi geografis yang mencerminkan kekayaan budaya Kalimantan Timur.
Tenun Doyo adalah kain tenun ikat berbahan serat daun doyo, yang berasal dari tanaman sejenis pandan yang tumbuh di pedalaman Kalimantan, khususnya di wilayah Tanjung Isuy.
Kain ini menjadi identitas bagi Suku Dayak Benuaq yang mendiami sebagian wilayah Kaltim dan diperkirakan telah ada berabad-abad silam, seiring dengan keberadaan Hindu Kutai.
Suku Dayak Benua dikenal karena keterampilan dan keahliannya dalam kerajinan kriya, termasuk mengolah daun doyo dan daun nanas menjadi serat untuk bahan pakaian. Tenun Doyo, dengan motif yang mencerminkan strata sosial pemakainya, telah menjadi tenunan khas yang digemari wisatawan karena bahan alaminya.
Awalnya, kain tenun ini digunakan sebagai kain penutup tubuh. Kini tenun Doyo berkembang dengan berbagai motif yang mencerminkan karakteristik sosial pemakainya.
Selain digunakan sebagai pakaian, kain ini juga memiliki nilai spiritual dan sering digunakan dalam upacara keagamaan, perkawinan, dan kematian.(*)